News Kamis, 13 Oktober 2022 | 15:10

Kesimpulan LPSK: Gas Air Mata Polisi Penyebab Kematian Massal Suporter Arema

Lihat Foto Kesimpulan LPSK: Gas Air Mata Polisi Penyebab Kematian Massal Suporter Arema Ilustrasi - Penggunaan gas air mata oleh polisi dalam Tragedi Kanjuruhan, pemicu tewasnya ratusan fans Arema FC. (foto: istimewa).

Jakarta - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo menyampaikan kesimpulan LPSK bahwa penggunaan gas air mata oleh polisi menimbulkan kepanikan dan konsentrasi massa di pintu keluar, sehingga berakhir dengan peristiwa tragis, ratusan nyawa suporter Arema FC melayang dalam Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022.

“Penggunaan gas air mata telah menimbulkan kepanikan dan konsentrasi massa di pintu keluar, menyebabkan kurang oksigen, sesak napas, lemas, hingga berakhir kematian. Bahkan, kematian ini juga ada ditimbulkan karena terinjak-injak oleh penonton yang lain,” kata Hasto dalam Konferensi Pers LPSK terkait Tragedi Kanjuruhan Malang, Kamis, 13 Oktober 2022.

Hasto mengungkapkan, bahwa penyelenggara tidak melaksanakan simulasi pengamanan prapertandingan, sehingga patut diduga penyelenggara tidak siap menghadapi situasi yang terjadi pada 1 Oktober 2022 tersebut.

“Kedua, penyelenggara pertandingan tidak mematuhi peraturan PSSI Pasal 21 dan Pasal 22. Ketiga, aparat keamanan tidak mematuhi peraturan FIFA Pasal 19,” ucap Hasto.

Peraturan ini, tutur Hasto, tentang larangan untuk membawa ataupun menggunakan senjata api maupun gas, termasuk gas air mata.

“Bahkan, kita mendengar bahwa Kapolres tidak tahu ada larangan itu dari FIFA,” ucap Hasto.

Saat membahas fasilitas stadion, Hasto mengatakan bahwa meskipun pintu keluar stadion terbuka, namun tidak mumpuni sebagai jalur bagi penonton atau massa yang berjumlah besar untuk keluar dari stadion pada waktu yang bersamaan.

“Lebar 2 daun pintu berukuran 1,4 meter dikurangi 5 cm tiang tengah di antara daun pintu,” ucapnya.

Selain itu, Hasto juga mengungkapkan bahwa tidak adanya jalur evakuasi dan sensor asap di dalam stadion.

Terkait pelaksanaan pengamanan, LPSK menyimpulkan bahwa rencana pengamanan yang telah dibuat oleh Polres Kabupaten Malang tidak sepenuhnya terimplementasi dalam praktik di lapangan.

“Kedua, tidak ada satu pun petugas yang berjaga pada setiap pintu saat pertandingan usai. Penumpukan suporter di depan pintu keluar seharusnya terpantau oleh CCTV, namun tidak diikuti dengan upaya membuka pintu secara keseluruhan,” ucap Hasto.

Apabila ada petugas yang berjaga di setiap pintu, Hasto meyakini penonton yang ada di dalam stadion bisa segera dievakuasi atau mengevakuasi diri ketika terjadi penembakan gas air mata. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya