Jakarta - Direktur Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Sulawesi Selatan Kombes Helmi Kwarta Kusuma harus memanggil Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menjadi saksi dugaan pidana menyebarkan informasi yang menimbulkan kebencian atau permusuhan di masyarakat yang sedang disidik oleh Polda Sulsel dengan target Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso sebagai tersangka.
Pasalnya, siaran pers yang dikeluarkan IPW pada 23 Februari 2023 itu juga disampaikan oleh anggota IPW ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melalui WhatsApp.
Kemudian, media mainstream yang juga mendapatkannya melalui WhatsApp wartawannya, memuat dengan judul yang berlainan.
IPW menilai apa yang disampaikan kepada pimpinan tertinggi Polri tersebut merupakan masukan dan pengkritisan terhadap institusi untuk diperhatikan dan dibenahi agar kepercayaan masyarakat terhadap polri tetap terjaga.
Namun, siaran pers IPW itu tidak dikehendaki sehingga Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dijadikan target proses hukum.
Dirkrimsus Polda Sulsel telah mengeluarkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) ke Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dengan nomor: SPDP/45/VII/RES.2.5/2023/Ditreskrimsus tanggal 20 Juli 2023. Surat ini bersamaan dengan dikeluarkan Surat Perintah Penyidikan nomor: SP.Sidik/44.a/VII/RES.2.5/2023/Ditreskrimsus tertanggal 20 Juli 2023.
Isi dari surat ke Kajati Sulsel yang ditandatangani oleh Dirkrimsus Polda Sulsel Kombes Helmi Kwarta Kusuma Putra itu menerangkan penyidik/penyidik pembantu Subdit V Tipidsiber Ditreskrimsus Polda Sulsel telah memulai penyidikan dugaan tindak pidana setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) melalui media sosial WhatsApp sebagaimana dimaksud dalam rumusan pasal 45A ayat 2 Jo pasal 28 ayat 2 UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang terjadi sekitar Februari 2023 di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar.
Pesan melalui WA itu pula yang disampaikan kepada Kapolri. Sehingga, sangatlah wajar apabila Kapolri menjadi saksi fakta dari kasus ITE yang menjerat Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso.
Hal ini sesuai prinsip equality before the law dan juga Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dimana dalam ketentuan umum pasal 1 angka 26 KUHAP, saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
Kapolri sendiri dalam kasus tersebut, tidak bersikap melaporkan peristiwa itu sebagai dugaan pidana menyebarkan informasi yang menimbulkan kebencian atau permusuhan di masyarakat.
Sebaliknya, siaran pers IPW tersebut 23 Februari 2023 sangat tidak dikehendaki oleh Dirkrimsus Polda Sulsel Helmi Kwarta Kusuma dengan cara menggunakan kewenangannya menyampaikan surat panggilan saksi kepada Sugeng Teguh Santoso sebanyak dua kali dengan panggilan 24 Februari 2023 dan surat panggilan kedua 2 Maret 2023 terkait laporan polisi nomor: LP/A/421/XI/2022/DITKRIMSUS/SPKT POLDA SULSEL tertanggal 16 November 2022 yang menjadikan Helmut Hermawan ditahan.
Bahkan, Dirkrimsus sesumbar akan menangkap ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam perkara Helmut apabila tidak datang pada panggilan kedua. Tapi, ambisi itu tidak terwujud setelah Kapolda Sulsel yang saat itu dijabat oleh Irjen Nana Sudjana turun tangan menyelesaikan kesalahpahaman.
BACA JUGA: IPW Desak Kapolri Copot Kapolres Tarakan AKBP Ronaldo Maradona Siregar
Rupanya, niat untuk mengkriminalkan Sugeng Teguh Santoso tidaklah berhenti. Kali ini Dirkrimsus Polda Sulsel Kombes Helmi Kwarta Kusuma menjerat ketua IPW yang juga ketua Umum Organisasi Advokat Persaudaraan Profesi Advokat Nusantara (Peradi Pergerakan) itu dengan pasal UU ITE.
Maka dibuatlah laporan model A oleh anggota polisi dan diberi register nomor: LPA/24/VII/2023/SPKT.
Ditreskrimsus/Polda Sulsel tertanggal 10 Juli 2023. Hanya dalam kurun waktu sepuluh hari saja langsung dinaikkan ke tingkat penyidikan melalui surat perintah penyidikan: SP. Sidik/44.a/VII/RES.2.5/2023/Ditreskrimsus tertanggal 20 Juli 2023 dan dibuatkan surat pemberitahuan dimulai penyidikan ke Kejati Sulsel dengan nomor: SPDP/45/VII/RES.2.5/2023/Ditreskrimsus tanggal 20 Juli 2023.
Dari penelusuran IPW, administrasi penanganan perkara itu dilakukan tidak profesional oleh Dirkrimsus dan hanya mengedepankan emosi. Hal ini terbukti dalam surat SPDP ke Kajati Sulsel bernomor:
SPDP/45/VII/RES.2.5/2023/Ditreskrimsus tanggal 20 Juli 2023 tersebut tidak disebutkan satu nama pun, baik sebagai terlapor atau tersangka penyebar informasi yang menimbulkan kebencian atau permusuhan di masyarakat. Padahal seharusnya, hal itu sudah disampaikan dalam SPDP yang sudah melalui penyelidikan secara mendalam.
Kenyataan kriminalisasi itu semakin terlihat dengan tidak melakukan penyelidikan dalam perkara laporan polisi nomor:
LPA/24/VII/2023/SPKT. Ditreskrimsus/Polda Sulsel tertanggal 10 Juli 2023. Bahkan, Sugeng Teguh Santoso tidak pernah dipanggil dan dimintai klarifikasi atau keterangan dalam tahap penyelidikan.
Amburadulnya administrasi itu terlihat pada laporan polisi yang tidak umum ada di Polda-Polda bahwa laporan polisi harus melalui Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda.
Namun yang terjadi dalam kasus ini laporan polisinya melalui SPKT Ditreskrimsus. Seperti yang terlihat jelas dalam SPDP ke Kajati Sulsel yakni LPA/24/VII/2023/SPKT. Ditreskrimsus/Polda Sulsel.
Mestinya, yang umum adalah dibuat di SPKT Polda Sulsel sehingga nomornya: LP/A/24/SPKT.Polda Sulsel/Ditreskrimsus. Artinya, ada pelimpahan dari SPKT Polda Sulsel ke Ditreskrimsus Polda Sulsel.
Ketidakcermatan dalam sisi administrasi tersebut sangat mengganggu keprofesionalan Polri yang mengusung Program Presisi. Pasalnya, sejak berpisah dari ABRI melalui perundang-undangan, UUD dan TAP MPR, Polri diharapkan profesional ke depannya. Bahkan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo selalu menekankan pentingnya profesionalisme anggota Polri untuk mengembalikan kepercayaan publik.
Kapolri sangat perlu mendalami psikologi para anggotanya termasuk Dirkrimsus Polda Sulsel Kombes Helmi Kwarta Kusuma yang dalam menjalankan tugasnya mencampuradukkan sentimen pribadi dengan menyalahgunakan kewenangan institusi.
Agar upaya Kapolri yang sudah dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan publik pada Polri tidak dirusak oleh sikap tidak profesional anggotanya. Pekerjaan rumah kapolri dalam melakukan reformasi kultural bisa rusak dengan pola-pola penyalahgunaan kewenangan seperti dipertontonkan oleh Dirkrimsus Polda Sulsel ini. []