Jakarta - Cuitan Muhammad Said Didu di Twitter soal kasus LGBT dan Deddy Corbuzier, direspons Mahfud MD.
Dalam cuitannya, Said Didu meneruskan cuitan ke akun Twitter Menko Polhukam tersebut pada Selasa, 10 Mei 2022 kemarin.
Begini isinya:
"Prof @mohmahfudmd yth, pemahaman saya :
1) demokrasi bukan berarti bebas melakukan apa saja.
2) demokrasi harus dibatasi oleh hukum, etika, moral, dan agama.
3) pemerintah harus melindungi bangsa dan rakyatnya dari perusakan moral".
Said Didu menautkan link berita media nasional yang memuat tanggapan Mahfud MD berjudul: LGBT di Konten Deddy Corbuzier Jadi Polemik: Mahfud MD: Ini Negara Demokratis.
Link Twitter: Cuitan Mahfud MD
Mahfud pun membalas cuitan Said Didu, yang memang dikenal selalu kritis ke pemerintah lewat media sosial.
"Pemahaman Anda bkn pemahaman hukum. Coba sy tanya balik: mau dijerat dgn UU nomer berapa Deddy dan pelaku LGBT? Nilai2 Pancasila itu blm semua menjadi hukum. Demokrasi harus diatur dengan hukum (nomokrasi). Nah LGBT dan penyiarnya itu belum dilarang oleh hukum. Jadi ini bukan kasus hukum," balas Mahfud kepada Said Didu, Rabu, 11 Mei 2022.
Mahfud menyebut, berdasarkan asas legalitas orang hanya bisa diberikan sanksi heteronom (hukum) jika sudah ada hukumnya.
Jika belum ada hukumnya maka sanksinya otonom (seperti caci maki publik, pengucilan, malu, merasa berdosa, dll).
"Sanksi otonom adalah sanksi moral dan sosial. Banyak ajaran agama yang belum menjadi hukum," terangnya.
Contoh lain, kata salah satu pakar hukum di Tanah Air itu, Pancasila mengajarkan bangsa Indonesia “berketuhanan” tapi tak ada orang dihukum karena tak bertuhan (ateis).
"Mengapa? Ya, karena belum diatur dengan hukum. Orang berzina atau LGBT menurut Islam juga tak bisa dihukum karena hukum zina dan LGBT menurtt KUHP berbeda dengan konsep dalam agama," jelas Mahfud. []