Jakarta - Koalisi Bersama Rakyat (KOBAR) merespons kebijakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang melarang ekspor minyak sawit mentah CPO dan produk-produk turunannya.
Deklarator Nasional KOBAR, Sahat Martin Philip Sinurat berpendapat, kebijakan ini merupakan langkah yang harus ditempuh pemerintah untuk menekan lonjakan harga minyak goreng di Tanah Air.
Sebab, kata dia, persoalan kelangkaan dan lonjakan harga minyak goreng yang sudah berlangsung selama 4 bulan ini tak kunjung bisa terselesaikan.
"Tentunya sebelum ini sudah ada upaya-upaya kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Namun karena lonjakan harga masih belum bisa selesai, sehingga kemudian diambil kebijakan pelarangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng ini," kata Sahat dalam keterangannya, Jumat, 29 April 2022.
Dia mengaku, kebijakan pemerintah tersebut memang tidak dapat membuat senang semua orang.
"Tapi kita yakin dengan apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah ini akan membuat stok bahan baku dan minyak goreng bisa melimpah dan mencukupi untuk kebutuhan dalam negeri," ujarnya.
Lebih lanjut, Sahat meminta para produsen dan pengusaha untuk segera menurunkan harga minyak goreng yang saat ini masih tinggi di pasaran.
"Kami meminta para produsen tidak lagi berspekulasi, tetapi mengikuti apa yang menjadi kebijakan pemerintah dengan segera menurunkan harga minyak goreng. Sehingga kebijakan ini bisa berjalan dengan optimal," tuturnya.
Selain mendukung kebijakan tersebut, Sahat juga meminta pemerintah untuk terus melakukan penindakan tegas kepada para mafia minyak goreng di negeri ini.
"Kami mendukung upaya aparat penegak hukum seperti Kejaksaan Agung yang melakukan penangkapan dan tindakan tegas kepada mafia minyak goreng," kata Sahat yang juga merupakan Sekretaris Umum DPP GAMKI ini.
"Namun, mafia minyak goreng lainnya harus terus dikejar dan diungkap semua pemain dan dalangnya, tidak cukup hanya yang lalu saja. Karena kemungkinan besar masih banyak yang belum terbongkar karena harga masih belum turun," sambungnya.
Terkait adanya petani sawit yang merasakan dampak atas pelarangan ekspor tersebut, Sahat meminta Pemerintah untuk menindak tegas pabrik kelapa sawit (PKS) yang membeli tandan buah segar (TBS) dari petani sawit dengan harga murah.
"Banyak PKS yang tidak mengikuti ketetapan harga TBS yang dikeluarkan oleh Dinas Perkebunan sesuai Permentan 01/2018. Akibatnya petani sawit yang menjerit karena terpaksa menjual TBS dengan harga murah," jelasnya.
Agar kebijakan ini bisa berjalan efektif, lanjut Sahat, pemerintah perlu memperkuat sistem pengawasan di setiap produsen minyak goreng. Sehingga tidak ada lagi pelanggaran yang terjadi terkait distribusi dari bahan baku ataupun minyak goreng.
"Pengawasan ini sangat penting, baik terkait distribusi untuk pasar domestik maupun ekspor. Karena di sini yang sangat sering menjadi celah bagi para spekulan dan juga mafia minyak goreng untuk menjual bahan baku dan minyak goreng ke pasar luar negeri," ucap Sahat menambahkan.[]