Jakarta - Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang memutuskan untuk membentuk tim gabungan atau satgas mengurai dari awal atau cae building kasus transaksi janggal Rp 349 triliun.
Hal itu disampaikan Ketua Komite yang juga Menko Polhukam Mahfud Md dalam keterangan pers selepas menggelar pertemuan komite yang dihadiri sejumlah anggota, diantaranya Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, Senin, 10 April 2023.
Mahfud mengungkap, komite melakukan pertemuan membahas penanganan transaksi keuangan mencurigakan dengan nilai agregat lebih dari Rp 349 triliun terkait Kementerian Keuangan.
Hadir dalam pertemuan, Menko Bidang Perekonomian sebagai Wakil Ketua Komite, Menteri Keuangan sebagai anggota komite, Menteri Hukum dan HAM sebagai anggota komite, Kepala PPATK, dan Ketua OJK sebagai anggota komite, serta beberapa pejabat eselon 1 pada kementerian lembaga yang tergabung dalam Komite TPPU.
"Pertemuan ini adalah rapat yang kelima yang dilakukan oleh komite, baik di tingkat pengarah maupun di tingkat pelaksana," ujar Mahfud.
Disebutnya, setelah Ketua Komite dan Kepala PPATK mengikuti rapat dengan Komisi III DPR pada 29 Maret 2023 dan sebelumnya rapat Menteri Keuangan dengan Komisi XI DPR pada 27 Maret 2023, disimpulkan sejumlah hal.
Pertama kata Mahfud, tidak ada perbedaan data, antara yang disampaikan oleh Menkopolhukam sebagai Ketua Komite di Komisi III DPR pada 29 Maret 2023 dengan yang disampaikan Menteri Keuangan di Komisi XI DPR pada 27 Maret 2023.
Karena sumber data yang disampaikan sama, yaitu data agregat. Data agregat adalah uang keluar masuk, bukan seluruhnya.
Yakni data agregat laporan hasil analisis atau LHA PPATK tahun 2009-2023. Terlihat berbeda, karena cara klasifikasi dan penyajian datanya saja yang berbeda.
Keseluruhan LHA LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) yang mencapai 300 surat itu sama dengan total nilai transaksi agregat senilai lebih dari Rp 349 triliun.
Kemenko Polhukam mencantumkan semua LHA LHP yang melibatkan pegawai Kementerian Keuangan, baik LHA LHP yang dikirimkan ke Kemenkeu maupun LHA LHP yang dikirimkan ke APH atau aparat penegak hukum, yang terkait dengan pegawai Kemenkeu dengan membaginya menjadi tiga klaster.
Sedangkan Kementerian Keuangan hanya mencantumkan LHA LHP yang diterima dan tidak mencantumkan LHA LHP yang akan dikirimkan ke APH yang terkait dengan Kementerian Keuangan.
"Jadi ada yang ke Kementerian Keuangan, ada yang ke APH. Nah ini tidak dicakup, itu saja bedanya," terangnya.
BACA JUGA:
- RDP soal Rp 300 Triliun, Publik Lebih Percaya Mahfud Md Ketimbang DPR
- Mahfud Md Tantang Benny K Harman soal Rp 349 Triliun
Dari 300 LHA LHP yang diserahkan PPATK sejak tahun 2009 hingga tahun 2023 kepada Kementerian Keuangan maupun kepada aparat penegak hukum sebagian sudah ditindaklanjuti.
Namun sebagian lainnya masih dalam proses penyelesaian baik oleh Kementerian Keuangan maupun oleh APH.
Ketiga, Kementerian Keuangan sudah menyelesaikan sebagian besar LHA LHP yang terkait dengan tindakan administrasi terhadap pegawai atau aparatur sipil negara yang terbukti terlibat sesuai dengan UU No 5 Tahun 2014 tentang ASN juncto PP No 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Selanjutnya, Kementerian Keuangan akan terus menindaklanjuti dugaan terjadinya tindak pidana asal atau TPA dan tindak pidana pencucian uang atau TPPU, sesuai dengan ketentuan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU yang belum sepenuhnya dilakukan, nanti akan bekerja sama dengan PPATK dan aparat penegak hukum untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya.
Kelima, untuk laporan hasil pemeriksaan (LHP) dengan nilai transaksi agregat Rp 189 triliun lebih yang disampaikan oleh Menko Polhukam di Komisi III DPR pada 29 Maret 2023 dan dijelaskan pula oleh Menteri Keuangan di Komisi XI DPR pada 27 Maret 2023, pengungkapan dugaan tindak pidana asal (TPA) dan tindak pidana pencucian uang sudah dilakukan langkah hukum terhadap TPA dan telah menghasilkan putusan pengadilan hingga peninjauan kembali.
"Namun komite memutuskan untuk melakukan tindak lanjut, termasuk hal-hal yang selama ini belum masuk ke dalam proses hukum atau case building oleh Kementerian Keuangan," ungkapnya.
Keenam, komite akan segera membentuk tim gabungan atau satgas yang akan melakukan supervisi untuk menindaklanjuti transaksi janggal lebih dari Rp 349 triliun dengan melakukan case building, membangun kasus dari awal.
Tim gabungan atau satgas akan melibatkan PPATK, Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai, bareskrim Polri, Pidsus Kejaksaan Agung, bidang pengawasan OJK, BIN, dan Kemenko Polhukam.
Komite ujar dia, akan melakukan case building dengan memprioritaskan LHP yang bernilai paling besar karena telah menjadi perhatian masyarakat, yakni dimulai dari LHP senilai agregat lebih dari Rp 189 triliun.
"Terakhir, komite dan tim gabungan atau Satgas akan bekerja secara profesional, transparan, dan akuntabel," tandasnya. []