Jakarta - LBH Yogyakarta mengungkap kronologis kasus kematian tahanan OK (26) di Polres Banyumas. Buntut kasus ini 11 anggota polisi menjalani pemeriksaan.
Opsi.id menerima kronologis kasus ini dari LBH Yogyakarta pada Senin, 17 Juli 2023 melalui Julian. LBH Yogyakarta merupakan kuasa hukum keluarga korban OK.
Diungkap pada 17 Mei 2023 pukul 22.13 WIB, korban OK ditangkap tanpa memberikan surat penangkapan kepada keluarga. Proses penangkapan tersebut direkam pada acara Jatanras Net TV.
Pada proses penangkapan yang terekam, korban OK tampak masih dalam keadaan sehat dan bersih dari luka-luka. Namun, ketika sudah berada di mobil, punggung korban terlihat sudah berdarah.
Pada 20 Mei 2023 pukul 19.30 WIB, Kepala Unit Reskrim Polsek Baturaden dan 1 anggotanya mendatangi keluarga untuk memberikan surat penangkapan tertanggal 17 Mei 2023, SPDP tertanggal 17 Mei 2023 dan surat penahanan tertanggal 17 Mei 2023 serta memberitahukan kepada keluarga untuk tidak menjenguk korban hingga 20 hari mendatang.
Pada 2 Juni 2023, Kapolsek Baturaden datang ke rumah bersama jajaran pemerintah desa untuk memberitahukan bahwa kondisi korban kritis dan berada di RS Margono, Banyumas karena penyakit ginjal.
Namun, ketika di perjalanan Kapolsek memberitahukan bahwa korban sudah meninggal pukul 08.00 WIB pagi.
Ketika keluarga sampai di RS Margono, langsung diarahkan menuju ruang jenazah dan diminta untuk membuat pernyataan oleh Kapolsek Baturaden bahwa pihak keluarga tidak akan menuntut ke kepolisian dan tidak akan mempermasalahkan lebih lanjut.
Pernyataan tersebut ditandatangani oleh ayah korban dalam keadaan syok. Ayah korban tidak diberikan salinan. Surat pernyataan tersebut dibuat sebelum ayah korban dan adik korban melihat jenazah korban.
Pihak keluarga tidak diperkenankan untuk melihat jenazah, memandikan jenazah dan melakukan salat jenazah.
Pihak keluarga mencoba untuk meminta keterangan penyebab meninggalnya korban dan kemudian diarahkan untuk menemui dr Niko.
BACA JUGA: Tahanan di Banyumas Meninggal Diduga Korban Kekerasan, 11 Polisi Jalani Pemeriksaan
dr Niko menjelaskan bahwa sebelum meninggal korban mengonsumsi minuman keras dan obat-obatan dengan menunjukkan rekam medis.
Pihak keluarga bersikeras untuk tetap membawa pulang jenazah. Ketika tiba di rumah, keluarga berinisiatif membuka kafan jenazah bersama dengan Modin.
Ketika jenazah dibuka, keluarga menemukan luka-luka di sekujur tubuh korban dan kemudian keluarga mendokumentasikannya melalui foto.
Keluarga kemudian membuat laporan polisi terkait meninggalnya korban. Sebagai tindak lanjut, pada 5 Juni 2023 pihak keluarga diminta untuk bertemu dengan Kapolres Banyumas dan diberi penjelasan bahwa korban meninggal karena ada pengeroyokan dari tahanan lain dan telah ada penetapan tersangka bagi tahanan yang melakukan pengeroyokan.
Pada 8 Juni 2023 telah dilakukan autopsi terhadap jenazah korban di RS Margono. Setelah tindakan autopsi selesai, keluarga dipertemukan dengan dokter forensik yang memeriksa.
Saat itu dijelaskan bahwa ada luka sayatan, benturan benda tumpul dan benda tajam yang mengakibatkan kerusakan organ dalam.
Ada kerusakan dalam otak karena bentukan, ada kerusakan liver karena kekurangan cairan elektrolit dan gagal ginjal akibat jaringan otot stress karena benturan.
Dalam melakukan pembelaan terhadap korban, keluarga menerima ancaman-ancaman antara lain berupa rumah ayah korban selalu dipantau oleh intel, keluarga diancam oleh kuasa hukum yang lama akan dipidana karena fitnah dan berita bohong ketika menyuarakan kejanggalan.
Berikutnya, ada ancaman dan paksaan untuk mencabut berita terkait kematian korban dari organisasi masyarakat yang memiliki relasi dengan Polres Banyumas, ada ajakan pertemuan empat mata dengan Kanit Reskrim Polsek Baturraden, dan orang tidak dikenal mendatangi keluarga meminta untuk tidak melanjutkan kasus.
Sebelumnya, anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani memberikan atensi kasus ini. Lewat akses yang dimilikinya mengontak langsung Kapolda Jawa Tengah dan Kapolresta Banyumas.
Dikabarkan, kepolisian kini sudah menangani kasus ini dengan memeriksa 11 polisi, baik untuk kasus etik maupun pidana.[]