News Jum'at, 21 Oktober 2022 | 12:10

KSP Tegaskan Aturan Menteri Agama Berpengaruh untuk Mencegah Kekerasan Seksual

Lihat Foto KSP Tegaskan Aturan Menteri Agama Berpengaruh untuk Mencegah Kekerasan Seksual Tenaga Ahli Utama KSP, Rumadi Ahmad (Foto: Dok. KSP)

Jakarta - Aturan baru Kementerian Agama (Kemenag) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 Tahun 2022 diyakini berpengaruh penting dalam mencegah dan menindak kekerasan seksual di lembaga pendidikan.

Menurut Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Rumadi Ahmad mengatakan tindak kekerasan seksual dapat terjadi di mana saja, termasuk di lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Kemenag.

"Contohnya beberapa waktu lalu terjadi peristiwa yang menghebohkan di lembaga pendidikan keagamaan di Bandung dan di Jombang yang menyita perhatian publik," kata Rumadi dalam keterangannya, Jumat, 21 Oktober 2022.

Dia mengungkapkan, penerbitan PMA tersebut menjadi salah satu bukti keseriusan pemerintah dalam mencegah dan menangani tindak kekerasan seksual serta memulihkan korban kekerasan seksual.

PMA tersebut, lanjutnya, juga merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Namun, dengan adanya PMA tersebut, Kementerian Agama juga perlu lebih masif melakukan sosialisasi dan memberikan pemahaman yang tepat tentang definisi dan bentuk tindakan kekerasan seksual.

Dengan begitu, sambungnya, seluruh pemangku kepentingan di lembaga pendidikan keagamaan, baik formal maupun nonformal, dapat mengambil langkah cepat jika menemukan kasus kekerasan seksual dan mampu menangani korban dengan baik.

Selain itu, ia juga menekankan perlunya lembaga-lembaga pendidikan keagamaan memiliki pusat layanan dan pengaduan tindakan kekerasan seksual.

"Pusat pengaduan dan layanan itu sangat diperlukan agar semua korban kekerasan seksual mendapat perlindungan yang maksimal," ucap Rumadi.

Seperti diketahui, PMA No. 73/ 2022 ini telah ditandatangani Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada Rabu, 5 Oktober 2022 lalu.

Meneruskan catatan dari laman resmi Kementerian Agama, PMA itu mengatur berbagai satuan pendidikan dari jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.

Jalur pendidikan itu meliputi madrasah, pesantren, dan satuan pendidikan keagamaan.

Di dalam PMA yang terdiri atas tujuh bab dan 20 pasal tersebut, terdapat 16 bentuk kekerasan seksual, termasuk ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan identitas gender.

Selain itu, penyampaian ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual kepada korban juga dinyatakan sebagai bentuk kekerasan seksual.[]

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya