Toba - Bencana longsor di Desa Sigapiton, Kabupaten Toba, Sumatra Utara, merusak sawah dan ruas jalan di desa wisata tersebut.
Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) menilai ancaman bencana sudah dikawatirkan sejak kehadiran Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) yang memusatkan pembangunan infrastruktur pariwisata persis di atas Desa Sigapiton.
Rocky Pasaribu selaku Koordinator Bidang Advokasi KSPPM menyebut, bencana lingkungan sejak awal sudah dikhawatirkan oleh masyarakat Desa Sigapiton.
Selain isu perampasan tanah adat, isu lingkungan menjadi salah satu poin penting tuntutan mereka kepada pemerintah.
Dalam konsep tuntutan yang pernah diserahkan kepada pemerintah melalui Kantor Staf Kepresidenan di tahun 2018, adalah adanya jaminan perlindungan terhadap bencana lingkungan dan ketersediaan air.
Baca juga: PT TPL Dituduh Tutup Akses ke Pemakaman Warga di Toba
Tuntutan yang tidak berlebihan, karena posisi Desa Sigapiton, persis berada di bawah The Caldera.
"Sayangnya, sampai saat ini tuntutan mereka terhadap jaminan perlindungan tersebut tidak pernah direspons," kata Rocky Pasaribu lewat siaran pers, Jumat, 11 Maret 2022.
Dia menyebut, pembangunan yang mengabaikan aspek lingkungan hidup akan menuai bencana. Daya dukung dan daya tampung lingkungan harus dipertimbangkan dengan serius.
Masyarakat Desa Sigapiton kata Rocky, dalam beberapa kali diskusi mengatakan tidak menolak pembangunan pariwisata, namun mereka juga menuntut agar hak-hak mereka atas tanah dan lingkungan yang aman dan nyaman tidak terampas oleh pembangunan itu sendiri.
Selain kepemilikan tanah adat yang diklaim sebagai kawasan hutan negara, hal lain yang cukup penting dan dikhawatirkan oleh masyarakat Desa Sigapiton kata dia, adalah akses terhadap air bersih dan irigasi, juga lingkungan yang aman dan nyaman demi keberlangsungan dan kesejahteraan hidup mereka.
Baca juga: Buangan Air The Caldera Toba Diduga Penyebab Longsor di Desa Sigapiton Sumut
Selama ini, sumber air bagi sekira 140 -an kepala keluarga penduduk Desa Sigapiton bersumber dari hutan-hutan yang ada di atas desa mereka, yakni lokasi yang pusat pembangunan fasilitas-fasilitas pariwisata bertaraf internasional.
"Itu sebabnya dalam konsep tuntutan yang pernah mereka susun, mereka menyebutkan bahwa pemerintah harus menjamin ketersediaan air mereka di masa mendatang ketika proyek pariwista internasional tersebut berjalan. Mereka khawatir, sumber air minum dan irigasi mereka semakin berkurang dengan dibangunnya hotel-hotel berbintang di atas pemukiman dan persawahan mereka," kata Rocky.
Menurut Rocky, berangkat dari peristiwa longsor yang baru terjadi, sudah sepatutnya pemerintah kembali membaca dan merespons dengan serius tuntutan masyarakat Desa Sigapiton, untuk menghindari bencana lingkungan yang lebih besar di masa mendatang.
"Sudah saatnya juga masyarakat Desa Sigapiton mengawasi dengan kritis proses pembangunan tersebut, karena merekalah yang paling tahu apa yang paling pas buat hidup mereka saat ini dan di masa mendatang," tutup Rocky mengakhiri. [Alex]