Jakarta - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengupayakan pendaftaran tanah ulayat untuk melindungi hak-hak masyarakat adat melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Hal itu diungkapkan Direktur Pengukuran dan Pemetaan Kadastral Direktorat Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (Ditjen SPPR) Kementerian ATR/BPN Tri Wibisono dalam keterangan resminya yang diterima di Jakarta, Selasa, 26 April 2022.
Tri mengatakan, pengakuan hak-hak masyarakat adat merupakan satu hal penting yang perlu diperoleh untuk mengurangi konflik agraria dan menjaga kelestarian lingkungan hidup, dan hak-hak masyarakat itu sendiri.
Menurutnya, program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) pada tahun ini akan memperhatikan hasil peta desa lengkap, termasuk indikasi tanah ulayat.
"Untuk bisa mengetahui berapa luas dan di mana letak-letak tanah ulayat itu, diawali dengan peta kerja yang diharapkan dengan cara super infus dengan pihak-pihak yang sudah melakukan identifikasi, inventarisasi tanah ulayat untuk bisa menjadi program PTSL," ujarnya.
Dia mengatakan bahwa tanah ulayat sering kali tertinggal dalam menghasilkan peta desa lengkap.
"Kami mencoba menandai terhadap tanah ulayat itu dengan NIS (Nomor Identifikasi Bidang Sementara), kalau yang sudah terukur dan itu kemudian sudah memenuhi persyaratan pengukuran Kadastral kita kasih NIB (Nomor Identifikasi Bidang). Tapi kalau NIS yang diharapkan nanti bisa ditindaklanjuti program pendaftaran tanah selanjutnya," tuturnya.
Dia menegaskan bahwa tindak lanjut dari persoalan tersebut dapat mengacu pada Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 18 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penatausahaan Tanah Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum Adat ataupun Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah.
"Ini yang kami sampaikan setidaknya menjadi hal yang perlu kita rembuk bersama untuk bisa mendorong pemerintah secara aktif untuk bisa menguatkan program pendaftaran tanah khususnya untuk tanah-tanah ulayat di Indonesia," katanya.
Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) Kasmita Widodo menyampaikan bahwa BRWA telah merilis data terbaru status pengakuan wilayah adat di Indonesia yang telah meregistrasi 1.091 peta wilayah adat, dengan luas mencapai sekitar 17,6 juta hektare pada Maret.
Peta wilayah adat tersebut tersebar di 29 provinsi dan 141 kabupaten-kota.
Pengakuan masyarakat adat dan wilayah adat terlaksana berkat kebijakan daerah di tingkat provinsi dan kabupaten-kota.
Secara umum, bentuk kebijakan daerah bersifat pengaturan dan penetapan keberadaan masyarakat adat dan wilayah adat melalui peraturan daerah dan atau Surat Keputusan Kepala Daerah.[]