Jakarta - Pelarangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap semua bank di Indonesia untuk memperdagangkan dan memfasilitasi transaksi mata uang kripto, ramai diperbincangkan publik.
Menanggapi itu, anggota Komisi XI DPR Wihadi Wiyanto mempertanyakan alasan dan dasar OJK melakukan pelarangan transaksi kripto tersebut.
"Saya kira alasan OJK tidak boleh memperdagangkan kripto itu harus didasari oleh UU yang jelas, sedangkan UU yang langsung melarang kripto itu tidak ada. Kenapa itu dia melarang kripto. Sedangkan masyarakat sekarang ini sudah memperdagangkan kripto melalui Bappeti. Nah, ini kan jadi bertentangan," kata Wihadi kepada wartawan, Selasa, 8 Maret 2022.
Ketimbang mempermasalahkan perdagangan kripto, lanjut dia, alangkah baiknya OJK mengawasi bank-bank di Indonesia yang saat ini seenaknya menjual asuransi serta menawarkan investasi yang justru banyak membohongi rakyat.
Lebih lanjut, dia mencurigai ada sesuatu dibalik sikap keras OJK melarang perdagangan kripto. Sementara, di sisi lain OJK menerapkan standar ganda dengan masih membebaskan bank bebas berjualan produk-produk asuransi yang jelas membodohi dan membohongi masyarakat.
"Jadi, dalam hal ini OJK namanya sudah melakukan suatu tindakan yang dualisme atau dikatakan double standar. Karena mereka menyatakan berdasarkan UU itu tidak lazim, nah yang mengatakan tidak lazimnya itu kan siapa dan sudut pandang mana jelaskan dulu," ujarnya.
"Itu berarti double standar di mana di satu sisi OJK memperbolehkan bank-bank memperjualbelikan produk-produk asuransi bermasalah. Tapi disisi lain kripto tidak pernah ada masyarakat mengadukan kalau mereka dirugikan oleh kripto. Tidak seperti masyarakat bawah sering dirugikan karena asuransi," sambungnya.[]