Daerah Senin, 08 Desember 2025 | 09:12

Loloskan Eks Napi Korupsi Jadi Dewas BUMD, Mixnon Simamora Permalukan Pemkab Simalungun

Lihat Foto Loloskan Eks Napi Korupsi Jadi Dewas BUMD, Mixnon Simamora Permalukan Pemkab Simalungun Pengamat anggaran dari Fitra Sumut, Elfenda Ananda. (Foto: Ist)
Editor: Tigor Munte

SIMALUNGUN - Pengamat anggaran dari Fitra Sumut, Elfenda Ananda sangat menyayangkan Sekda Kabupaten Simalungun, Mixnon Andreas Simamora meloloskan seorang eks napi korupsi menjadi calon Dewan Pengawas PDAM Tirta Lihou.

“Proses seleksi Dewan Pengawas (Dewas) PDAM Tirta Lihou Kabupaten Simalungun periode 2025–2029 kembali menunjukkan bahwa tata kelola BUMD kita masih jauh dari prinsip clean government,” kata Elfenda dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 7 Desember 2025.

Dia menyebut, fakta bahwa salah satu calon terpilih, Imman Nainggolan, adalah mantan narapidana korupsi berdasarkan putusan PN Medan tahun 2017, menimbulkan pertanyaan besar.

“Apa sebenarnya orientasi Pemerintah Kabupaten Simalungun dalam mengelola BUMD pelayanan publik atau kepentingan elite?” kata Elfenda.

Pansel yang diketuai Sekda Mixnon Andreas Simamora berulang kali berlindung pada Permendagri 37/2018 dan PP 54/2017, seolah-olah kepatuhan minimal terhadap aturan sudah cukup untuk mengelabui publik. 

Padahal, substansi persoalan bukan hanya tentang legalitas formal, tetapi tentang kepantasan moral, integritas publik, dan komitmen antikorupsi pemerintah daerah. 

“Memilih orang dengan sejarah korupsi untuk mengawasi perusahaan publik apalagi PDAM adalah bentuk kelalaian politik dan kegagalan leadership birokrasi,” katanya.

Kasus ini kata dia, menegaskan kembali apa yang selama ini dikeluhkan masyarakat bahwa BUMD telah dijadikan tempat parkir kepentingan elite, bukan instrumen pelayanan publik.

“Padahal saham PDAM Tirta Lihou adalah uang rakyat, bukan milik bupati, wakil bupati, sekda, atau ketua DPRD. PDAM seharusnya berfokus pada pelayanan air bersih, bukan menjadi arena kompromi politik yang mengorbankan kepentingan masyarakat,” tandasnya.

Elfenda mengingatkan, dengan mengangkat figur berlatar belakang kasus korupsi, Sekda Mixnon Andreas Simamora dan pansel telah membuka risiko besar, yakni meruntuhkan legitimasi Dewas, menggerus kepercayaan publik terhadap PDAM, melemahkan koordinasi Dewas–Direksi, dan mempermalukan Pemerintah Kabupaten Simalungun dalam agenda pencegahan korupsi.

“Dalam konteks politik publik, keputusan seperti ini adalah kecelakaan tata kelola. Bukan hanya mengandung reputational risk, tetapi juga memicu moral hazard di dalam birokrasi. Bagaimana mungkin pengawas menjaga integritas jika dirinya pernah terbukti melanggar integritas? Bagaimana mungkin budaya antikorupsi ditegakkan jika pengambil keputusan justru merestui praktik yang bertentangan dengan nilai tersebut?” kata Elfenda.

Keputusan ini kita dia, menunjukkan dua hal, pertama bahwa pansel bekerja dengan standar minimal, bukan standar terbaik.

Kedua, Pemerintah Kabupaten Simalungun gagal membaca sensitivitas publik di era keterbukaan.

Elfenda mengingatkan, jika pemerintah daerah tidak segera memperbaiki keputusan ini, maka yang tercoreng bukan hanya PDAM, tetapi juga wajah pemerintahan daerah secara keseluruhan.

Karena persoalan ini sudah menjadi polemik publik, langkah-langkah berikut wajib dilakukan oleh Pemkab Simalungun, yakni melakukan review ulang keputusan seleksi, termasuk reassessment berdasarkan integritas.

Membentuk Standar Kepatutan Jabatan (SKJ) agar mantan koruptor tidak lagi memiliki celah menduduki jabatan publik yang strategis, mempublikasikan skor penilaian pansel secara terbuka, termasuk bobot integritas, menerapkan verifikasi rekam jejak publik sebagai prosedur wajib dalam rekrutmen BUMD, serta berkonsultasi dengan Inspektorat dan Ombudsman untuk memastikan tidak terjadi maladministrasi.

“Kesimpulannya, PDAM Tirta Lihou membutuhkan pengawasan yang bersih, bukan pengawasan yang bermasalah. Dan Pemerintah Kabupaten Simalungun membutuhkan pemimpin birokrasi yang berani menolak titipan, bukan sekadar pelaksana aturan minimum. Tanpa itu, BUMD kita akan terus menjadi lahan kompromi, dan masyarakatlah yang akan menanggung akibatnya,” tukasnya. []

 

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya