Pilihan Sabtu, 16 Juli 2022 | 13:07

Mahasiswa dalam Guncangan Badai Disrupsi

Lihat Foto Mahasiswa dalam Guncangan Badai Disrupsi Kabid Akspel PP GMKI, Prima Surbakti saat memberikan penjelasan robotic. (Foto: Dok. pribadi)

Oleh* Prima Surbakti (Kabid Akspel PP GMKI)

Pernahkah kita membayangkan atau merasakan suasana mencekam pada saat kapal dihantam badai di laut? Ya, sungguh sangat mengerikan, kapal oleng dan miring diterjang oleh ombak yang besar.

Dalam pikiran seluruh penumpang kapal, antara hidup dan mati! Sangat tepat, bayangan di atas adalah gambaran mahasiswa dalam guncangan badai disrupsiProductive generation atau useless generation.

Negara Indonesia saat ini memiliki sebanyak 85 juta penduduknya merupakan anak yang berumur di bawah 18 tahun, di mana mereka akan menjadi generasi emas pada tahun 2045.

Generasi emas ini diharapkan melanjutkan perjuangan bangsa dan negara dalam mengisi kemerdekaan dengan menjaga toleransi, memelihara solidaritas kebangsaan, menjalankan kepemimpinan yang demokratis, melaksanakan pemerataan pembangunan nasional, serta menyelesaikan ketimpangan ekonomi demi terwujudnya keadilan sosial.

Badai disrupsi bergerak sangat cepat di mana situasi pergerakan dunia industri atau persaingan kerja tidak linear. Perubahan sangat cepat, fundamental dan mengacak-acak pola tatanan lama. Badai disrupsi menginisiasi model baru dengan strategi inovatif dan kreatif dalam sektor kehidupan.

Misalnya: Pola kegiatan belajar mengajar akan berubah total, ruang kelas akan berevolusi dengan pola pembelajaran digital dengan jangkauan yang tidak terbatas dan memberikan pengalaman yang lebih kreatif, partisipatif, beragam dan menyeluruh.

Mahasiswa akan diguncang pada ancaman triple disruption yaitu digital distruption, milenial disprution, dan pandemi disruption.

Apa itu Digital Disruption? Disrupsi digital ditandai dengan perubahan fundamental akibat perkembangan teknologi digital dan robot.

Disrupsi digital akan melahirkan mesin yang jauh lebih cerdas daripada manusia, mesin yang memiliki pengetahuan yang luas dan efektif dalam menjalankan tugas untuk berhitung, mengumpulkan informasi, menganalisa data serta membuat keputusan yang tepat dalam menyelesaikan berbagai persoalan.

Mesin ini pula yang menggantikan kemampuan intelijen qoutient serta menggeser peran mahasiswa berfokus hanya pada nilai agama, etika, kebijaksanaan dan empat sosial.

Perkembangan otomatisasi robotic menyebabkan mahasiswa akan kehilangan 75 juta pekerjaan dalam sektor perbankan, industri ritel, manufaktur, logistik dan sektor lainnya.

Di saat bersamaan, mahasiswa akan diguncang oleh fenomena milenial disruption. Perubahan perilaku dan cara padang secara fundamental, demi hasrat mendapatkan pengakuan kelas sosial tinggi dalam kehidupan bermasyarakat.

Perubahan cara pandang mahasiswa berjalan dan terus berkelanjutan sehingga muncul karakter baru pada mahasiswa. Milenial disrupsi melahirkan kreativitas dan mahasiswa dituntut untuk kreatif, cepat mengambil keputusan dan berani mengambil risiko.

Namun disisi yang lain, mahasiswa lebih tertarik mengejar popularitas demi mendapat pengakuan sosial. Memiliki loyalitas rendah, berorientasi pada hasil dan tidak menghargai proses.

Milenal disrupsi juga memaksa mahasiswa untuk bergerak cepat menuntut kemampuan bekerja yang efektif dalam situasi yang berbeda dan cenderung mengarah kepada sifat pragmatis dan saling berkompetisi. Dampak yang paling besar adalah mahasiswa tidak tertarik dengan kondisi politik.

Bersamaan dengan badai digital dan milenial disrupsi, mahasiswa diguncang dengan pandemi disruption. Pandemi Covid-19 menyebabkan pergeseran interaksi sosial menjadi interaksi virtual.

Situasi di mana pola gerak mahasiswa terbatas, produktivitas rendah serta menimbulkan masalah kesehatan mental pada mahasiswa. Pandemi menutup ruang sosialisasi dan ruang silaturahmi yang menyebabkan degradasi moral pada mahasiswa.

Di tengah lautan, badai dan ombak akan selalu hadir untuk menerjang kapal, yang paling penting adalah mental dan kemampuan untuk melewati badai.

Begitu pula dengan mahasiswa, triple disruption bukan untuk dihindari melainkan mahasiswa harus adaptif dalam mengusai teknologi dan ilmu pengetahuan serta menjadi insan yang memiliki karakter yang jujur dan bertanggung jawab. Membangun kreativitas dan kolaborasi untuk mewujudkan gerakan kesejahteraan bersama.[] (Sabtu, 16 Juli 2022)

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya