Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md menerangkan, kepolisian dan pemerintah saat ini belum dapat memberi keterangan mengenai alat bukti dan informasi terkait dengan terduga teroris, yang salah satunya adalah anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Menurut Mahfud, jika informasi tersebut diberikan oleh aparat dan pemerintah, maka akan mengganggu proses hukum yang masih berjalan.
"Pemerintah tidak bisa dan tidak boleh menjawab sekarang tentang bukti dan alat bukti terkait dengan penyelidikan dan penyidikan terhadap tiga terduga teroris tersebut. Hal itu bisa mengacaukan proses hukum," katanya saat jumpa pers di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Senin, 22 November 2021.
Ditegaskan pula bahwa sikap itu sejalan dengan aturan yang berlaku pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Jadi, begitu ketentuannya, termasuk kapan (tersangka) boleh didampingi (oleh) pengacara, berapa lama pemeriksaan, dan seterusnya," ujarnya.
Dia memastikan pemeriksaan tiga terduga teroris yang ditangkap oleh Densus 88 Polri di Bekasi, Jawa Barat, sesuai dengan prosedur dan aturan hukum.
"Pemerintah akan memastikan proses hukum terhadap ketiga terduga teroris tersebut berjalan secara terbuka dan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku," kata Mahfud Md.
Sebelumnya, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri pada tanggal 16 November 2021 menangkap tiga terduga teroris berinisial FAO, AA, dan AZA di Bekasi, Jawa Barat. AZA merupakan anggota Komisi Fatwa MUI.
Namun, tak lama kemudian, MUI pun menonaktifkan keanggotaan AZA selama yang bersangkutan menjalani proses hukum sebagai terduga teroris. Tiga terduga itu sampai saat ini masih diperiksa oleh Tim Densus 88 Polri di Jakarta. []