Pilihan Selasa, 22 November 2022 | 10:11

Mahfud Tegaskan SP3 Pemerkosaan di Kemenkop Dibuka Kembali, Ini Kronologi Kasusnya

Lihat Foto Mahfud Tegaskan SP3 Pemerkosaan di Kemenkop Dibuka Kembali, Ini Kronologi Kasusnya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md. (foto: Opsi/ist).

Jakarta - Menkopolhukam Mahfud MD menegaskan Kasus pemerkosaan terhadap pegawai Kementerian Kooperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) yang terjadi 2019 lalu dibuka kembali.

Demikian disampaikan Mahfud Md setelah mengadakan rapat dengan Bareskrim Polri, LPSK, dan Kementerian PPPA, Senin, 21 November 2022.

"Bahwa kasus perkosaan terhadap seorang pegawai di kantor Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah yang korbannya bernama NDN dilanjutkan proses hukumnya dan dibatalkan SP3-nya," kata Mahfud meneruskan keterangannya, Selasa, 22 November 2022.

Sebelumnya, kasus yang melibatkan 4 orang pelaku pelecehan yakni 1 PNS, 1 CPNS dan 2 tenaga honorer dikenai SP3 (surat perintah penghentian penyidikan). Surat SP3 kasus tersebut dicabut.

Keempat pelaku dugaan pelecehan itu adalah WH yang merupakan PNS golongan 2C, ZP berstatus CPNS, serta MF dan NN merupakan tenaga honorer.

"Oleh sebab itu, terhadap 4 tersangka dan 3 saksi, yaitu N, kemudian MF, WH, ZPA, kemudian saksinya dianggap terlibat A, T, dan H supaya terus diproses ke pengadilan," ujarnya.

Menurutnya, laporan yang masuk ke polisi tidak bisa dicabut. Ia mengatakan laporan bisa dihentikan apabila penyidik tidak menemukan alat bukti yang cukup.

Menkopolhukam menegaskan, alasan SP3 atau penghentian penyidikan karena pencabutan laporan itu tidak benar secara hukum.

"Di dalam hukum, laporan itu tidak bisa dicabut. Yang bisa dicabut adalah pengaduan. Kalau laporan polisi harus menilai kalau tidak cukup bukti tanpa dicabut pun dihentikan perkaranya. Tapi kalau cukup bukti meskipun yang melapor menyatakan mencabut, maka perkara harus diteruskan, beda dengan pengaduan yang itu berdasarkan delik aduan. Kalau pengaduan, begitu yang mengadu mencabut, maka perkara menjadi ditutup," tuturnya.

Selain itu, dia menjelaskan bahwa perkara pemerkosaan tidak bisa menerapkan restorative justice.

Restorative justice, lanjutnya, hanya bisa diterapkan pada kasus-kasus ringan yang hukumannya di bawah 5 tahun.

"Kemudian alasan pengeluaran SP3 berdasarkan restorative justice perdamaian antara pihak-pihak yang bersangkutan, selain dibantah oleh korban dan keluarga korban dan juga dibantah bahwa mereka telah memberi kuasa terhadap seseorang untuk mencabut laporan yang itu pun tidak sah," tuturnya.

"Maka restorative justice itu hanya berlaku untuk tindak pidana tertentu yang sifatnya ringan, misalnya delik aduan ya kalau kejahatan yang serius yang ancamannya misalnya 4 tahun lebih atau 5 tahun lebih itu tidak ada restorative justice," kata dia menambahkan.

Lantas, ia menyebutkan ada beberapa kasus yang tidak dapat menerapkan restorative justice seperti korupsi, pencurian, pembunuhan, perampokan dll.

"Itu harus terus dibawa ke pengadilan karena ini banyak yang salah kaprah ada orang ketangkap korupsi lalu minta restorative justice. Tidak ada restorative justice di dalam kejahatan itu ada pedomannya di Mahkamah Agung di Kejaksaan Agung maupun di Polri sudah ada pedomannya. Restorative justice itu bukan sembarang tindak pidana orang mau berdamai lalu ditutup kasusnya enggak bisa," ucap Mahfud.

Kronologi

Mengutip berbagai sumber, kasus pegawai Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) berinisial ND yang diperkosa empat rekan kerjanya terjadi tahun 2019 lalu.

Kronologi bermula saat ND bersama para pegawai termasuk para pelaku mengadakan Rapat di Luar Kantor (RDL) pada 6 Desember 2019.

Saat konferensi pers atas kasus tersebut, Sekretaris Kemenkop UKM Arif Rahman membeberkan 4 pelaku pemerkosa yakni W, Z, MF dan N.

Pemerkosaan terjadi setelah ND dan tujuh rekannya mengunjungi tempat hiburan malam setelah mereka makan di restoran pada 5 Desember 2019 sekira pukul 23.00 WIB.

Sepulangnya dari tempat hiburan malam, ND dan tujuh rekannya kembali ke hotel, sekitar pukul 04.00 WIB keesokan harinya.

Dalam perjalanan pulang, korban sudah tak sadarkan diri karena dicekoki alkohol selama di tempat hiburan malam.

Setibanya di hotel, korban dibawa ke kamar pimpinan kantor hingga terjadi pemerkosaan oleh para pelaku.

Dua (2) orang turut menjaga pintu dan 1 orang ikut sampai lokasi, ketiga orang ini adalah: N, T, A.

Mengetahui itu, ayah korban yang juga merupakan pegawai di Kemenkop UKM melaporkan kejadian yang menimpa anaknya kepada Kepala Biro Umum Kemenkop UKM.

"Pada 20 Desember 2019, Kepala Biro Umum menerima pengaduan dari orang tua korban, W, mengadukan ada dugaan tindak pelecehan seksual," kata Arif, Senin, 24 Oktober 2022.

Pemerkosaan itu juga dilaporkan ke Polresta Bogor. Keempat tersangka kemudian ditahan selama 21 hari sejak 13 Januari 2020.

Intimidasi

Radit yang merupakan saudara ND, bercerita mengenai korban yang menerima intimidasi hingga didatangi orang tua pelaku.

Dia mengungkapkan, setelah kejadian tersebut, ND diintimidasi di kantor dan justru terus-terusan mendapat tekanan dari teman-temannya.

Usai melakukan visum untuk berkas laporan, keluarga pelaku yang di antaranya merupakan pejabat di kementerian tersebut mendatangi rumah orang tua korban dan meminta korban berdamai dengan pelaku.

Mereka juga meminta korban menikah dengan salah satu pelaku yang masih lajang, sebelum kasus sampai tahap P21 (hasil penyidikan sudah lengkap) dan proses berlanjut ke pengadilan.

Kepolisian Bogor juga mendatangi rumah korban dan memfasilitasi pernikahan pelaku dengan korban.

Sanksi Kemenkop UKM

Merespons kejadian tersebut, Sekretaris Kemenkop UKM Arif Rahman menegaskan bahwa keempat pelaku dijatuhi sanksi berat.

Pelaku M dan N yang merupakan tenaga honorer langsung dipecat dari jabatannya.

Kemudian, F yang merupakan pegawai negeri sipil (PNS) golongan 2, dan Z yang merupakan calon pegawai negeri sipil (CPNS), diturunkan golongannya.

Baca juga: Perang Bintang di Tubuh Polri, Mahfud MD Respons Isu Setoran Tambang Ilegal ke Kabareskrim

Baca juga: Mahfud: Hukum di RI Bisa Dipermainkan, Bahkan Ada Jual Beli Hukum

"Untuk yang tenaga honorer langsung diputuskan kontraknya, kemudian untuk PNS dan CPNS waktu itu sudah dibentuk tim, kemudian diproses pemeriksaan sampai dengan penjatuhan hukuman," ucap Arif, Senin, 24 Oktober 2022.[]

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya