Daerah Kamis, 28 Juli 2022 | 11:07

Mantan Ketua Bawaslu Aceh: Sipol Bukan Syarat Tapi Alat

Lihat Foto Mantan Ketua Bawaslu Aceh: Sipol Bukan Syarat Tapi Alat Mantan Ketua Bawaslu Aceh periode 2013-2018, Dr. Muklir. (Foto:Opsi/Istimewa)
Editor: Fernandho Pasaribu Reporter: , Syamsurizal

Aceh Barat Daya - Ketua Maimun dalam kegiatan internal Bawaslu Aceh Timur menerangkan bahwa tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sudah di depan mata, terutama tahapan pendaftaran, verifikasi, dan penetapan para peserta pemilu.

Dimulainya tahapan ditandai dengan diterbitkannya PKPU No 04 tahun 2022 tentang pendaftaran, verifikasi, dan penetapan peserta pemilu yang diawali pada 1 Agustus 2022 - 14 Agustus 2022 mendatang.

"Tenggang waktu ini digunakan untuk penyampaian dokumen pendaftaran oleh partai politik," kata Maimun, Kamis, 28 Juli 2022.

Sementara, mantan Ketua Bawaslu Aceh periode 2013-2018 Dr. Muklir yang turut diundang dalam kegiatan ini mengatakan ada persoalan yang dihadapi oleh Bawaslu pada Sistem Informasi Partai Politik (Sipol).

Persoalan yang dimaksud belum adanya anggota pengawas ditugaskan dan menjalani bimbingan teknis (bimtek) khusus untuk mengawal Sipol.

"Hal ini tentu berbeda dengan KPU. Mereka punya tenaga khusus untuk tangani Sipol. Karena ini, maka kinerja KPPS tidak menangani Sipol, ini suatu persoalan tersendiri bagi lembaga pengawas pemilu," kata Dr. Muklir.

Dia menilai, akan ada potensi kerawanan jika berkaca pada perbedaan pandangan antara Bawaslu dan KPU tentang pemahaman Sipol, di mana Bawaslu melalui putusannya berpandangan Sipol bukan sebagai syarat mutlak pendaftaran parpol.

Katanya, dalam hal ini Bawaslu berpandangan bahwa Sipol hanya sebagai alat bantu untuk memudahkan partai politik dalam pendaftaran, verifikasi, dan penetapan parpol peserta pemilu.

"Ada tiga hal yang harus dilakukan dalam pencegahan pelanggaran dan sengketa proses pemilu yang berkaitan dengan pendaftaran, verifikasi dan penetapan peserta pemilu oleh badan pengawas," ucap dia.

Dia menyarankan agar Bawaslu menyusun instrumen pengawasan serta pemetaan kerawanan pada tahapan pendaftaran, verifikasi, dan penetapan parpol.

"Selanjutnya, Bawaslu harus mengefektifkan sosialisasi kepada seluruh parpol dan parpol calon peserta pemilu, dan ketiga melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tahapan pendaftaran, verifikasi dan penetapan parpol," tuturnya.

Dia menambahkan, potensi pelanggaran sengketa bisa saja terjadi dari aspek etik, misalnya KPU tidak cermat dalam melakukan penelitian kelengkapan dokumen pendaftaran, bisa juga dari aspek administrasi, misalnya KPU tidak melakukan verifikasi faktual terhadap dokumen yang diragukan keabsahannya.

"Selanjutnya bisa juga terjadi di mana KPU tidak menerima atau menolak pendaftaran dengan alasan Parpol tidak melakukan penginputan data ke Sipol dan alasan jaringan internet dan sebagainya," katanya.[]

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya