Jakarta - Mayoritas publik menginginkan sistem Pemilu 2024 tidak berubah menjadi proporsional tertutup atau hanya pilih partai politik.
Ada sebanyak 76 persen yang menginginkan Pemilu 2024 tetap dilakukan lewat sistem proporsional terbuka, yakni memilih dan menentukan calon wakil rakyat sendiri.
Itu tergambar dari hasil survei yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) lewat telepon dilakukan pada 30-31 Mei 2023.
Populasi dalam survei ini adalah warga negara Indonesia yang sudah punya hak pilih, usia 17 tahun ke atas atau sudah menikah dan memiliki telepon.
Sekitar 80 persen dari total populasi pemilih nasional merupakan pemilih kritis. Dalam proses survei, telepon dikontak 22.263 nomor dan dari sana diperoleh 3.067 pemilik telepon.
Selanjutnya ada 909 responden yang berhasil diwawancara sampai selesai, dengan margin of error diperkirakan 3,3 persen pada tingkat kepercayaan 90 persen.
"Kesimpulan dari hasil survei kita ini yang pertama adalah bahwa publik secara keseluruhan, 76 persen menginginkan sistem pemilu tidak diubah, masih menginginkan bisa memilih calon-calon wakil mereka di parlemen dibanding dipilihkan oleh partai politik yang melalui sistem proporsional tertutup," terang Deni Irvani, Direktur Riset SMRC dalam rilisnya, Senin, 12 Juni 2023 melalui kanal YouTube SMRC TV.
Menurut dia, aspirasi publik ini merata di semua massa pemilih partai. Mayoritas massa pemilih partai menginginkan sistem pemilu tetap pada sistem proporsional terbuka, termasuk massa pemilih PDIP yang mendukung sistem proporsional tertutup.
"Ada 69 persen massa pemilih PDIP menginginkan sistem proporsional terbuka. Hanya 20 persen yang menginginkan sistem proporsional tertutup," tutur Irvan.
BACA JUGA: PSI Demo ke MK Bawa Karung dan Boneka, Tolak Proporsional Tertutup
Dari pertanyaan apakah publik tahu bahwa di Mahkamah Konstitusi (MK) sekarang ada gugatan sistem pemilu, diungkapnya, ada 24 persen yang menyatakan tahu.
Mayoritas dari yang tahu ini tidak mendukung jika MK memutuskan menerima gugatan perubahan sistem pemilu.
Dan mayoritas dari yang tidak mendukung ini, menyatakan akan melakukan protes jika benar-benar keputusan itu dikeluarkan.
Protesnya ini 70 persen akan melakukannya melalui media sosial atau internet dan 22 persen yang memutuskan akan protes melalui demonstrasi di jalan.
"22 persen ini sekitar 2 persen dari total populasi, sekitar 4 juta orang. Jadi ada ancaman gerakan massa jika MK memutuskan gugatan itu," ungkapnya.
Dibeber juga implikasinya jika MK memutuskan perubahan sistem pemilu, yakni pada partisipasi politik. Ada 58 persen yang akan tetap memilih.
Dibandingkan dengan Pemilu 2019, saat itu ada 82 persen partisipasi publik. Dan kini berkurang menjadi sekitar 58 persen, sesuai hasil survei yang diadakan SMRC. []