Jakarta - Adanya wacana penundaan Pemilu 2024, termasuk oleh sejumlah partai politik bertolak belakang dengan realitas publik hasil survei yang digelar Indikator Politik Indonesia.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi sampai harus mengunggah ulang hasil survei lembaganya yang disampaikan pada Desember 2021 lalu.
"Survei nasional Indikator Politik pada Desember 2021 jelas menunjukkan bahwa mayoritas publik setuju pemilu tetap diadakan pada 2024 meski dalam keadaan pandemi sekalipun," cuit Muhtadi Twitter, Kamis, 24 Februari 2022.
"Hanya seperempat warga yang setuju pemilu ditunda hingga 2027 dengan alasan pandemi atau pemulihan ekonomi," tulisnya seraya menautkan tangkapan layar grafik hasil survei dengan pertanyaan "Pelaksanaan Pemilu Presiden 2024 atau 2027?".
Dari hasil survei bahkan terungkap publik tidak setuju jika jabatan Presiden Jokowi diperpanjang sampai 2027.
Baca juga: Setuju Pemilu 2024 Ditunda, PAN: Survei Kepuasan Publik ke Jokowi Tinggi Sekali
"Bahkan jika memakai formulasi pertanyaan yang lain, mayoritas responden tidak setuju masa jabatan Presiden Jokowi ditambah hingga 2027. Hal ini menunjukkan aspirasi sebagian elite yang menginginkan perpanjangan jabatan presiden hingga 2027 tidak sesuai preferensi mayoritas warga," tandasnya.
Muhtadi bahkan melampirkan grafik yang menunjukkan bahwa tidak semua responden yang puas atas kinerja Presiden Jokowi, setuju perpanjangan masa jabatan hingga 2027.
"Mereka puas terhadap kinerja Jokowi bukan berarti menginginkan masa jabatan ditambah. Itu dua hal yang berbeda," tandasnya.
Diketahui muncul wacana penundaan Pemilu 2024 oleh sejumlah partai politik, di antaranya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan kepada wartawan di Jakarta, Jumat, 25 Februari 2022, menyebut enam alasan partainya mendukung usulan penundaan Pemilu 2024.
Baca juga: Dua Capres Ini Kompak Bicara Aspirasi Rakyat Soal Perpanjangan Jabatan Jokowi
Pertama, pandemi Covid-19 yang belum berakhir, memerlukan perhatian dan keseriusan untuk menanganinya.
Kedua, terkait pertumbuhan ekonomi yang belum membaik.
Ketiga, perkembangan global terkini, terutama konflik antara Rusia dan Ukraina yang mengakibatkan harga minyak dunia meningkat.
Keempat, Pemilu 2024 membutuhkan biaya yang lebih besar dibanding pemilu-pemilu sebelumnya.
Alasan kelima, keberlangsungan program-program untuk pembangunan terhambat karena adanya pandemi ini.
Alasan terakhir, merujuk pada survei terakhir Litbang Kompas, kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo-mencapai angka tertinggi di angka 73,9 persen.[]