Jakarta - Kepolisian RI (Polri) nampaknya tidak ingin terburu-buru dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk menetapkan tersangka kasus baku tembak antaranggota polisi hingga menewaskan Nopryansah Yosua Hutabarat (Brigadir J) di rumah Kadiv Propam nonaktif Irjen Ferdy Sambo, Jumat, 8 Juli 2022.
Berulang kali pejabat Polri mengemukakan premis Scientific Crime Investigation (SCI) atau investigasi kejahatan berbasis ilmiah terkait kasus polisi tembak polisi di rumah Jenderal Polisi Bintang Dua. Lalu, apa itu Scientific Crime Investigation?
Direktur Eksekutif Lembaga Pengembangan Profesi dan Teknologi Kepolisian (LP2TK) Dede Farhan Aulawi menjelaskan, SCI pada hakikatnya ialah rangkaian proses penyelidikan atau penyidikan kejahatan untuk mencari dan menemukan fakta-fakta dalam suatu kasus.
Baca juga: Tangis Ibunda Brigadir Yosua Pecah: Pak Presiden Jokowi Tolong Kami
Menurut dia, SCI dilakukan untuk mencari kebenaran materiil apabila ada suatu perkara yang dinilai minim saksi untuk memperoleh keterangan secara verbal.
Maka itu, para penyelidik diharuskan menggali fakta dari sisa-sisa kejadian yang masih ada. Contohnya, ya di seputar peristiwa penembakan.
Melalui CSI, dinilai dapat mengungkap jarak tembak dari proyektil yang dimuntahkan senjata api. Selain itu, cara menembak juga bisa diketahui. Hal tersebut dilakukan dengan cara meneliti media yang menjadi bahan penembakan, seperti tembok tempat bersarangnya peluru.
Baca juga: Penampakan Wajah Brigadir Yosua Saat Peti Jenazah Dibuka
Dijelaskan Dede perihal teknik Scientific Crime Investigation ini sudah sejak lama ada. Konon, sejak tahun 1.700 SM di mana undang-undang Hammurabi dibuat.
Dalam UU tersebut, kata dia, baik pendakwa maupun terdakwa punya alas hak untuk menunjukkan bukti atas kasus kriminal yang dipersangkakan.
"Di zaman modern ini, investigasi umumnya dilakukan aparat penegak hukum, khususnya kepolisian. Meski pihak swasta juga bisa dimintai bantuannya sesuai dengan bidang keahlian yang dimilikinya dan terkait dengan pembuktian ilmiah untuk suatu kasus yang sedang ditangani," kata Dede dikutip dari laporan forumterkininews.id, Kamis, 28 Juli 2022.
Dede menekankan, prinsip investigasi CSI bak permainan menyusun puzzle hingga tersusun rapi, dan membentuk pola gambar yang sesuai.
"Asumsi atau dugaan dalam investigasi terhadap seseorang atau sekelompok orang tidak dapat dieksekusi bila asumsi tersebut masih menimbulkan keraguan penyelidik atau penyidik. Karena hal tersebut berpotensi menimbulkan pelanggaran kode etik," tuturnya.
Peran Penyelidikan dan Penyidikan
Ilustrasi garis polisi di lokasi pembunuhan. (Foto: Opsi/Ist)
CSI secara umum dibagi menjadi dua tahap. Penyelidikan dan penyidikan merupakan bagian dari CSI. Penyelidikan merupakan serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Pihak yang melakukan penyelidikan disebut penyelidik dan hanya boleh berasal dari aparat kepolisian.
Wewenang penyelidik di antaranya menerima laporan atau pengaduan dari seseorang mengenai adanya tindak pidana. Selain itu, juga mencari keterangan dan barang bukti, meminta berhenti seseorang yang dicurigai, menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri, dan mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Selanjutnya, atas instruksi penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan berupa penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan, penahanan, pemeriksaan, penyitaan surat, mengambil sidik jari, memotret seseorang, membawa, dan menghadapkan seseorang pada penyidik.
Baca juga: Dokter Forensik Singgung Luka Sayatan di Belakang Telinga Brigadir J
Sementara penyidikan pada dasarnya merupakan serangkaian tindakan mencari dan mengumpulkan bukti untuk menerangkan tindak pidana yang terjadi, serta untuk menemukan tersangka pelaku pidana.
"Pihak yang melakukan penyidikan disebut `penyidik`. Penyidik dapat berasal dari pejabat polisi atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus," ujar dia.
Dede menerangkan, wewenang seorang penyidik adalah menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana. Juga, melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian, menyuruh berhenti seorang tersangka, dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka, melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat, mengambil sidik jari.
Penyidik juga berwenang memotret seorang, memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
"Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara, mengadakan penghentian penyidikan, serta mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab," ujarnya.
Pada intinya, kewenangan penyelidik dan penyidik adalah mencari dan menganalisis petunjuk untuk mendapatkan bukti dan tersangka.
Dia menekankan, para penyelidik bertugas mengumpulkan bukti untuk mengetahui apakah terjadi suatu tindak pidana di dalam sebuah kasus. Sedangkan tugas para penyidik yakni, mengumpulkan bukti untuk memperjelas bukti dari tindak pidana yang ada.
Dari sini dapat digarisbawahi, penyelidikan pada dasarnya adalah tahap awal sebelum suatu kasus masuk pada tahap penyidikan.
“Dengan keahlian di bidang investigasi kejahatan secara ilmiah ini, seyogianya sudah tidak ada lagi oknum yang melakukan interogasi dengan penyiksaan. Di sinilah pemenuhan kompetensi sesuai dengan job title sangat diperlukan agar ia bisa melaksanakan tugas secara profesional,” kata Dede.
CSI Manfaatkan Iptek
Jenazah Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat. (Foto: Twitter)
Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala berpandangan, SCI berperan besar dalam pengungkapan kasus kejahatan, dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek).
“Investigasi berbasis pada sains ini lah memang sebetulnya suatu semangat dari dunia forensik, yakni memanfaatkan sains sebanyak mungkin,” kata Adrianus Meliala dikutip dari Indopos.co.id
Dia menuturkan, ilmu forensik merupakan pengetahuan yang diterapkan untuk membantu menegakkan keadilan melalui ilmu sains, baik dari segi fisika, kimia, psikologi, toksikologi, komputer, dan kedokteran forensik.
“Pada dasar forensik itu filosofi dengan dunia sains dalam hal ini dielaborasi dalam bentuk misalnya kegiatan psikologi. Sehingga menjadi sesuatu yang hasilnya terukur, empiris, jelas, standar dan dapat dipakai keadilan tersebut,” tutur Adrianus.
Ketika muncul SCI itu, tentu dinilainya cocok dengan semangat dengan ilmu-ilmu forensik. Terlebih polisi belakangan ini kerap menggaungkan Scientific Crime Investigation untuk mengungkap kasus polisi tembak polisi di rumah Jenderal Polisi Bintang Dua.
“Menjadi menarik ketika istilah scientific crime investigation kemudian dikatakan, kita akan mengedepankan investigasi berbasis ilmiah di suatu kasus,” ujar Adrianus. []