News Rabu, 26 Oktober 2022 | 13:10

Menkes Rilis Daftar Obat Larang Konsumsi, Anak Cerebral Palsy Butuh Ganja Medis

Lihat Foto Menkes Rilis Daftar Obat Larang Konsumsi, Anak Cerebral Palsy Butuh Ganja Medis Potret viral Ibu Santi mengaku butuh ganja medis untuk pengobatan anaknya. (Foto: Twitter/andienaisyah)
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan menerbitkan daftar obat yang dinilai berbahaya menyusul peningkatan kasus gagal ginjal akut pada anak. 

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan melakukan investigasi terhadap obat-obatan yang beredar di apotek untuk mengidentifikasi penyebab kelainan ginjal akut dan infeksi pada anak. 

Hasil sementara dari investigasi tersebut, Kementerian Kesehatan mengeluarkan daftar lengkap 102 obat sirup berbahaya dan menariknya dari pasaran. 

Obat-obat ini kini dilarang dikonsumsi, dijual apotek dan diresepkan oleh kedokteran. Ratusan daftar obat tersebut juga masih diuji oleh BPOM. 

BPOM menyatakan kemungkinan akan ada perubahan pada daftar 102 obat sirup tersebut.  

Kementerian Kesehatan juga menyatakan masih akan memperbarui daftar obat-obat yang dilarang untuk dikonsumsi, sehingga daftar obat yang dilarang kemungkinan akan terus bertambah.

Dari daftar obat berbahaya tersebut, ada beberapa obat umum yang biasa digunakan untuk mengatasi kejang pada anak penderita Cerebral Palsy, yaitu Asam Valproat Sirup, Apialys syr, dan Depakene.

Obat-obat ini pula yang selama ini rutin digunakan Dwi Pertiwi, Santi Warastuti, dan Nafiah Muharyanti, untuk pengobatan anak-anak mereka. 

Bahkan sebelum dinyatakan bahwa obat-obat tersebut berbahaya, para ibu ini sudah punya kekhawatiran tentang efek samping pemakaian rutin obat-obat ini dalam jangka panjang.

Karena itulah beberapa waktu yang lalu mereka mengajukan permohonan pengujian UU Narkotika di Mahkamah Konstitusi (MK).

Agar ganja bisa dikeluarkan dari Golongan I, sehingga dapat mereka manfaatkan sebagai alternatif pengobatan yang lebih aman untuk anak-anak mereka.

Dalam pengujian UU Narkotika nomor perkara: 106/PUU-XVIII/2020 saat itu, ahli dari pemerintah Aris Catur Bintoro dalam keterangannya mengatakan bahwa penggunaan ganja sebagai salah satu obat anti epilepsi di Indonesia saat ini tidak diperlukan karena tidak didukung dengan penelitian. 

Selain itu, pemerintah juga berdalih bahwa masih ada obat alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi kejang pada anak pasien Cerebral Palsy. 

Baca juga:

Kasus Gagal Ginjal Akut, BPOM Segera Pidanakan Dua Industri Farmasi

Obat-obat yang dimaksud tersebut kini masuk dalam daftar obat berbahaya dan sekarang dilarang untuk dikonsumsi dan ditarik dari peredaran. 

Hal ini mengakibatkan terjadi kondisi darurat terhadap kebutuhan obat khususnya obat aman untuk anak-anak dengan Cerebral Palsy.

"Di sisi lain kondisi ini menjadi salah satu bukti bahwa kebutuhan terhadap ganja medis semakin genting dan pemerintah harus segera mengatur untuk memenuhi kebutuhan atas pengobatan ganja medis oleh pasien Cerebral Palsy," kata Erasmus Napitupulu dalam keterangan bersama Koalisi Advokasi Narkotika untuk Kesehatan yang berisi organisasi sipil, YSN, ICJR, LBH Masyarakat, IJRS, LGN, dan Rumah Cemara.

Disebutkan, dalam salah satu poin putusan nomor: 106/PUU-XVIII/2020 pada 20 Juli 2022, MK memberi mandat kepada pemerintah untuk segera melakukan penelitian dan kajian ilmiah terhadap penggunaan ganja di Indonesia. 

"Namun, sampai saat ini tidak ada perkembangan untuk menindaklanjuti mandat ini," tukas Erasmus, Rabu, 26 Oktober 2022. 

Ironisnya imbuh dia, baru-baru ini Kepala Bidang Humas BNN Kombes Pol Ricky Yanuarfi malah menyesatkan Putusan MK tentang Judicial Review Narkotika Golongan I dengan menyampaikan bahwa tidak ada celah bagi pihak manapun untuk melakukan langkah legalisasi ganja medis.

Melihat situasi kedaruratan khususnya bagi pasien dengan Cerebral Palsy, Pemerintah Indonesia tukas Erasmus, seharusnya bisa tidak perlu menunggu proses riset yang panjang.

Dan dapat menggunakan hasil riset ganja untuk medis yang sudah banyak dilakukan di beberapa negara sebagai acuan agar dapat segera membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) untuk menurunkan golongan ganja agar dapat diatur penggunaannya untuk kepentingan kesehatan. 

"Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah, khususnya Presiden Jokowi, karena ini merupakan soal hidup dan mati," tandas dia. []

 

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya