Jakarta - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan penempatan dana pemerintah sebesar Rp 200 triliun di perbankan diserahkan sepenuhnya kepada bank untuk dikelola.
Ia menekankan tidak ada panduan khusus dari pemerintah, yang penting dana tersebut tersalurkan ke sektor prioritas.
"Pada dasarnya saya suruh mereka berpikir sendiri. Mereka kan orang-orang pintar, cuma selama ini malas karena bisa naruh di tempat yang aman, nggak ngapain-ngapain, dapat spread cukup, untungnya gede. Jadi mereka setiap Sabtu-Minggu main golf kali," ujar Purbaya usai rapat dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Kantor Pusat DJP Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa, 16 September 2025.
Menurutnya, dengan dana Rp 200 triliun itu, bank harus lebih aktif mencari proyek yang memberi imbal hasil tinggi sekaligus aman.
"Harusnya market based ya, mereka akan mencari proyek-proyek yang memberikan return paling tinggi dan yang paling aman dulu," tambahnya.
Eks Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu optimistis penempatan dana tersebut akan berdampak positif.
Ia menilai likuiditas akan bertambah, suku bunga pinjaman turun, dan masyarakat lebih berani mengajukan kredit. Aliran dana ini diharapkan mampu menggerakkan ekonomi nasional.
"Karena demand dan supply tumbuh bersamaan, tanpa menimbulkan bahaya kepanasan, apa yang disebut demand pull inflation. Harusnya dengan inject seperti itu (Rp 200 triliun), perekonomian akan berjalan," jelasnya.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 Tahun 2025, penempatan dana Rp 200 triliun itu berbunga, di mana imbal hasil yang diberikan adalah 80,476 persen dari suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang saat ini di level 5 persen.
Artinya, pemerintah berhak menerima bunga sekitar 4 persen dari deposito tersebut.
"Saya paksa sistem bekerja dengan saya kasih bahan bakar, yang kalau mereka (bank) nggak pakai, mereka harus bayar ke saya (bunga deposito)," kata Purbaya.
Dana Rp 200 triliun itu disalurkan ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara): Bank Mandiri, BNI, dan BRI masing-masing Rp 55 triliun, BTN Rp 25 triliun, serta PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Rp 10 triliun.[]