Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta gubernur, bupati, wali kota untuk setiap saat memperhatikan pergerakan inflasi karena indeks harga konsumen kini menjadi momok semua negara.
Demikian disampaikan Presiden Jokowi saat menyerahkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Buku Daftar Alokasi Transfer ke Daerah tahun 2023 di Istana Negara, Jakarta, Antara, Kamis, 1 Desember 2022.
"Saya minta perhatikan dari waktu ke waktu, dari jam ke jam, pergerakan angka inflasi di daerah masing-masing. Ini penting sekali," kata Jokowi.
Menurutnya, ancaman kenaikan inflasi menjadi salah satu tantangan perekonomian domestik maupun global pada tahun 2023 mendatang.
Oleh karena itu, Presiden meminta seluruh kepala daerah turut berupaya keras mengendalikan pasokan dan stok barang dan jasa di daerah masing-masing.
"Ini momok semua negara. Inflasi. Sekali lagi, perhatikan pergerakan angka inflasi di daerah masing-masing," ujarnya.
Selain itu, Kepala Negara juga meminta kepada kementerian dan lembaga non-kementerian (K/L) untuk mempercepat realisasi belanja khususnya belanja modal dan sosial di APBN dan APBN 2023.
"Saya minta percepat realisasi belanja," tuturnya.
Lebih lanjut, Jokowi meminta seluruh K/L dan pemda untuk memiliki kepekaan terhadap krisis dan selalu waspada dengan ketidakpastian global.
Dia berpendapat, para pejabat pemerintah pusat dan daerah harus memahami bahwa saat ini dunia sedang berada dalam kondisi yang tak baik-baik saja.
"Semuanya harus betul-betul siap atas segala berbagai kemungkinan yang mungkin terjadi, yang tanpa kita prediksi, yang tanpa kita hitung semuanya. Bukan hanya untuk mampu bertahan, tapi juga bisa memanfaatkan setiap peluang yang ada," ucap Presiden Jokowi.
Baca juga: Komisi I Sebut Langkah Jokowi Pilih Yudo Margono Menjadi Panglima TNI Sudah Tepat
Baca juga: Jokowi: Kerut Wajah dan Rambut Putih, Pemimpin yang Memikirkan Rakyat
Diketahui, APBN 2023 yang telah disepakati pemerintah dan DPR mencakup belanja negara sebesar Rp 3.016,2 triliun dan pendapatan negara Rp 2.463,0 triliun, dengan defisit Rp 598,2 triliun atau 2,84 persen Produk Domestik Bruto (PDB).[]
