Jakarta – Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR menggelar sidang lanjutan untuk menyelidiki dugaan pelanggaran etik yang melibatkan lima anggota DPR nonaktif.
Sidang pendahuluan pada Senin, 3 November 2025, ini menghadirkan sejumlah saksi dan ahli untuk mengungkap peristiwa yang memicu gelombang demonstrasi pada 25-31 Agustus lalu.
Kelima anggota DPR yang disorot adalah Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Fraksi NasDem, Uya Kuya dan Eko Patrio dari Fraksi PAN, serta Adies Kadir dari Fraksi Golkar.
Mereka telah lebih dulu dinonaktifkan oleh partai masing-masing akibat tekanan publik yang menilai mereka tidak empati terhadap kritik masyarakat.
Ketua MKD DPR, Nazaruddin Dek Gam, dalam pembukaan sidang menyebut bahwa persidangan akan mendalami dua hal utama: perilaku anggota DPR pada Sidang Bersama DPD pada 15 Agustus 2025, serta pernyataan-pernyataan mereka yang terkait dengan tunjangan DPR.
"Ada pihak-pihak yang menyampaikan informasi bahwa di saat itu diumumkan kenaikan gaji anggota DPR yang direspons dengan sejumlah anggota DPR dengan berjoget," ujar Dek Gam.
Dia menegaskan, sidang ini bertujuan untuk mengklarifikasi rangkaian peristiwa yang menarik perhatian publik.
"Hari ini MKD akan meminta keterangan dari saksi-saksi dan ahli untuk memperjelas duduk perkara rangkaian peristiwa yang mendapat perhatian publik yang terjadi sejak 15 Agustus sampai 3 September 2025," jelasnya.
Untuk keperluan itu, MKD menghadirkan beberapa saksi, di antaranya Suprihartini selaku Deputi Persidangan Setjen DPR RI dan Letkol Suwarko selaku Koordinator Orkestra pada sidang bersama 15 Agustus.
Sementara itu, ahli yang dihadirkan meliputi berbagai bidang, seperti kriminolog Adrianus Eliasta, ahli hukum Satya Adianto, sosiolog Tubus Rahadiansyah, ahli analisis perilaku Gustia Ayudewi, dan perwakilan dari Koordinatoriat Wartawan Parlemen, Erwin Siregar.
Penonaktifan kelima anggota DPR tersebut beserta penghentian hak keuangan mereka dilakukan sebagai bentuk respons atas desakan publik.
Mereka dinilai tidak menunjukkan empati terhadap kritik yang dilayangkan masyarakat mengenai sejumlah kebijakan pemerintah dan kinerja DPR sendiri.
Proses persidangan etik di MKD ini diharapkan dapat memberikan kejelasan dan pertanggungjawaban atas dugaan pelanggaran yang terjadi.[]