Jakarta - Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jazilul Fawaid mengeklaim wacana penundaan pemilihan umum atau Pemilu 2024 merupakan aspirasi masyarakat. Apabila ada yang menolak usulan tersebut ia anggap lumrah, tetapi jangan sampai wacana tersebut tak diterima elite politik.
"Jangan sampai juga wacana ditutup, apalagi kita bodoh karena kita menyembah demokrasi, jangan juga mendewakan demokrasi, demokrasi itu alat biasa. Nah yang paling penting itu rakyat, kalau untuk kepentingan rakyat apapun harus dilakukan," ujar Jazilul dalam sebuah diskusi daring, Minggu, 13 Maret 2022.
PKB, kata Jazilul, akan terus menggulirkan usulan penundaan Pemilu 2024 yang diklaimnya telah didukung rakyat. Adapun untuk merealisasikannya, dapat dilakukan amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 untuk mengatur penundaan kontestasi jika ada kejadian luar biasa menimpa Indonesia.
Baca juga: PA 212: Kalau Dipaksakan Jokowi 3 Periode Bisa Terjadi Pertumpahan Darah Anak Bangsa
"Jika melalui cara lain, menurut saya akan berakhir chaos, misalkan dekret, itu berbahaya. Kita tetap harus berbasis kepada kepentingan rakyat, karena negara ini tujuannya, nah demokrasi bagian dari instrumen itu," ujar Jazilul.
Ia menjelaskan, PKB akan mengundang sejumlah pakar hukum tata negara untuk menyosialisasikan wacana penundaan Pemilu. Namun, untuk merealisasikan usulan tersebut tetap membutuhkan dukungan dari partai politik lain.
Baca juga: Polemik Jokowi 3 Periode, PA 212: Rakus dan Merampok Hak Rakyat!
"Sikap PKB tetap akan melakukan usul penundaan, sepanjang itu disetujui oleh partai-partai politik, dan didukung kehendak rakyat, dan itu dilakukan lewat amandemen konstitusi," ujar Jazilul.
Jika kehendak rakyat untuk menunda Pemilu 2024 semakin meluas, ia menyebut MPR dapat melakukan amendemen UUD 1945. Dalam Pasal 37 UUD 1945 diatur bahwa untuk melakukan amandemen dibutuhkan usulan dari 1/3 anggota MPR.
Saat ini, anggota MPR periode 2018-2024 berjumlah 711 orang Sehingga amendemen konstitusi dapat dilakukan jika minimal 237 anggota MPR mengusulkan hal tersebut secara tertulis.
"Kalau nanti dilakukan proses itu maka itu juga harus sesuai kehendak rakyat dan dilakukan mekanismenya dilakukan MPR. PPHN sudah 10 tahun dibahas, penundaan baru dua bulan kok, siapa tahu masyarakat akan melihat itu penting," ujar Wakil Ketua MPR itu. []