Jakarta — Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh memerintahkan Fraksi NasDem di DPR RI untuk segera memanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat Bupati Kolaka Timur Abdul Azis.
Instruksi tersebut, menurut Paloh, bertujuan menggelar dengar pendapat di Komisi III DPR guna memperjelas definisi dan penerapan istilah OTT.
Ia menilai publik kerap dibingungkan oleh stempel “OTT” yang langsung melekat pada seseorang, meski proses hukum belum berjalan.
"OTT itu apa yang dimaksudkan? Supaya jangan ini bingung publik. Orang kena stempel OTT dulu, itu tidak tepat, tidak arif, dan tidak bijak. Tidak guyub jalannya pemerintah ini," kata Paloh usai membuka Rakernas Partai NasDem di Jakarta, Jumat, 8 Agustus 2025.
Paloh menegaskan, NasDem konsisten mendukung penuh upaya pemberantasan korupsi oleh KPK. Namun, ia menilai pola penindakan yang disertai unsur dramatisasi justru merusak semangat penegakan hukum.
"Upaya penegakan hukum itu tidak mendahulukan drama. Kok harus ada drama dulu baru penegakan hukum. Sesudah penegakan hukum, nanti mengharap amnesti. Itu tidak bagus," ujarnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya menegakkan hukum secara murni dengan tetap menghormati asas praduga tak bersalah. Menurutnya, prinsip tersebut seolah mulai diabaikan di negeri ini.
"Yang salah adalah salah, proseslah secara bijak. Tapi apakah presumption of innocence, praduga tidak bersalah itu sama sekali tidak laku lagi di negeri ini?" tandasnya.
Bupati Kolaka Timur Abdul Azis ditangkap KPK pada Kamis malam, 7 Agustus 2025 usai menghadiri Rakernas NasDem di Makassar, Sulawesi Selatan.
Penangkapan tersebut merupakan bagian dari rangkaian OTT yang dilakukan KPK di tiga lokasi: Sulawesi Selatan, Jakarta, dan Sulawesi Tenggara.
Selain Azis, tim KPK juga mengamankan tujuh orang lain yang terdiri dari pihak swasta dan pegawai negeri sipil. Mereka sudah lebih dahulu dibawa ke Kantor KPK di Jakarta pada Kamis malam.
Dari operasi tersebut, KPK menyita uang tunai sekitar Rp 200 juta. Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto menyatakan kasus itu terkait dugaan suap peningkatan kualitas rumah sakit yang dibiayai dari Dana Alokasi Khusus (DAK).[]