Banyumas - Banyak pelaku korupsi bebas bersyarat pada perayaan HUT RI ke-80.
Salah satunya pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Hibnu Nugroho.
Dia dengan tegas mengkritik pemberian remisi kepada narapidana kasus korupsi (koruptor).
Menurut Hibnu, tidak ada yang salah dengan pemberian remisi kepada koruptor. Namun, hal itu tidak sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Secara hukum, remisi adalah hak bagi narapidana sebagaimana di atur dalam Undang-Undang Pemasyarakatan. Jadi tidak ada yang salah," ucapnya dikutip dari Antara, Selasa (19/8/2025).
Ia memandang pemberian remisi kepada koruptor tersebut dapat melemahkan efek jera dalam pemberantasan korupsi.
Misalnya, kata dia, pemberian bebas bersyarat bagi mantan Ketua DPR RI Setya Novanto, terpidana kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik atau E-KTP.
Meskipun tidak mendapat remisi HUT Ke-80 RI, pemberian bebas bersyarat kepada Setya Novanto pada 16 Agustus 2025 juga berkaitan dengan remisi yang diperolehnya dalam beberapa momentum sebelumnya.
Ditambah dengan dikabulkannya permohonan Peninjauan Kembali atau PK oleh Mahkamah Agung (MA).
Ia menyoroti pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999.
Aturan tersebut mengatur mengenai pengetatan pemberian remisi bagi narapidana kasus korupsi, narkotika, dan terorisme.
"Namun pada masa pemerintahan Presiden Jokowi (Joko Widodo), PP 99/2012 tersebut dicabut dan dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA), sehingga pemberian remisi ke koruptor, bandar narkoba, dan terorisme kembali sesuai PP 32/1999," katanya.
Dengan demikian, kata dia, semua narapidana, termasuk koruptor, tetap bisa mendapat remisi. Dengan begitu, Hibnu menilai, hal ini justru melemahkan efek jera dalam pemberantasan korupsi.
Ia menyayangkan ada fluktuasi dalam politik hukum yang membuat publik bingung, khususnya yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi.
Terkait dengan hal itu, dia menegaskan kembali pentingnya konsistensi aturan agar pemberantasan korupsi tidak kehilangan momentum dan efek jera.
"Jika pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto benar-benar ingin serius memberantas korupsi, aturan pembatasan remisi tersebut sebaiknya dihidupkan kembali," kata Hibnu.
Sebagai inormasih, Setya Novanto terpidana kasus E-KTP bebas bersyarat pada 16 Agustus 2025 setelah menjalani 2/3 masa hukuman dari 12,5 tahun vonis yang dijatuhkan terhadap dirinya. []