News Kamis, 11 Desember 2025 | 10:12

Pasca Pemberhentian, Gus Yahya Tetap Gelar Rapat Pleno Rutin PBNU

Lihat Foto Pasca Pemberhentian, Gus Yahya Tetap Gelar Rapat Pleno Rutin PBNU Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya. (Foto: idxchannel)

Jakarta – Ketua Umum PBNU yang diberhentikan, Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), mengumumkan akan tetap menggelar rapat pleno rutin organisasi.

Rencana ini berlangsung meskipun dirinya telah digantikan oleh Zulfa Mustofa berdasarkan keputusan rapat pleno PBNU beberapa waktu lalu.

Gus Yahya menyatakan rapat pleno yang akan digelar pada Kamis, 11 Desember 2025, adalah rapat rutin enam bulanan.

Agenda utama yang akan dibahas meliputi program-program PBNU, evaluasi program berjalan, serta konsolidasi untuk penanggulangan dampak bencana alam yang terjadi di sejumlah wilayah Indonesia.

"Besok pleno akan kita gelar untuk bicara tentang program-program yang akan menjadi tugas-tugas kita, termasuk juga mengevaluasi sejumlah program yang sekarang berjalan, dan juga ada khusus nanti yang terkait dengan konsolidasi untuk kontribusi NU dalam penanggulangan dampak bencana," ujarnya di Kompleks Kemensetneg, Jakarta Pusat, Rabu, 10 Desember 2025. 

Sebut Keputusan Pleno Tak Sah

Menanggapi penetapan Zulfa Mustofa sebagai Pengganti Sementara (Pj) Ketum PBNU, Gus Yahya menyikapinya dengan tenang.

Ia menganggap keputusan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang sah dan layak.

"Ya tidak akan kita bahas panjang-panjang juga ya, karena sebetulnya secara aturan ya tidak bisa dianggap ada. Itu dinyatakan sebagai kelanjutan dari sesuatu yang tidak konstitusional, yang tidak sah, makanya dia menjadi tidak sah dan juga prosedur serta mekanismenya juga tidak sesuai," tegasnya.

Menurut mantan Juru Bicara Presiden itu, pemberhentian ketua umum PBNU hanya dapat dilakukan melalui forum tertinggi, yaitu Muktamar.

Ia menegaskan bahwa rapat harian Syuriah tidak memiliki kewenangan untuk memberhentikan mandataris organisasi.

"Sejak awal sudah dibicarakan bahwa rapat harian syuriah tidak berwenang memberhentikan mandataris, dalam hal ini saya sebagai ketua umum. Kalau tidak berwenang, dilakukan kan ya tetap tidak bisa diterima, sehingga tidak bisa dilanjutkan, tidak bisa dieksekusi," papar Gus Yahya.

Ia menambahkan bahwa hal tersebut adalah prinsip universal dalam organisasi mana pun, di mana mandataris tidak bisa diberhentikan di luar permusyawaratan tertinggi.

"Semua orang tahu, di NU juga begitu, tidak ada aturan khusus tentang hal itu," tandasnya.[] 

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya