Medan - PDI Perjuangan (PDIP) dinilai tidak tegas menerapkan aturan partai. Kepada Budiman Sudjatmiko sanksi pemecatan dilakukan karena membelot ke Prabowo Subianto.
Berbeda kepada Gibran Rakabuming Raka, yang terang-terangan sudah menjadi bacawapres Prabowo Subianto.
Gibran sejauh ini belum dipecat secara resmi. Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah mengungkap alasan PDIP hingga kini belum memecat putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut.
Basarah menjelaskan bahwa PDIP saat ini bersikap menunggu etika politik Gibran untuk mundur secara resmi dari partai. Basarah haqqul yakin bahwa masyarakat telah menganggap Gibran keluar dari PDIP.
Menurut dia, bagi PDIP kalau pertanyaannya kenapa tidak diberhentikan, maka dalam konteks etika politik rakyat telah menganggap Gibran keluar dari PDIP.
"Kita bisa lihat dari tanggapan-tanggapan masyarakat tentang hal tersebut," kata Basarah selepas acara temu relawan di kawasan GBK, Kamis, 26 Oktober 2023 malam.
Ketua Tim Koordinator Relawan Pemenangan Ganjar tersebut menyebut keputusan Gibran dengan menjadi cawapres Prabowo telah keluar dari garis partai untuk tegak lurus pada arahan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Salah seorang kader PDIP yang pernah menjadi anggota DPRD Sumut, Sutrisno Pangaribuan mengungkap bagaimana perlakuan istimewa diberikan kepada Jokowi sejak dipromosikan PDIP dari Solo ke Jakarta.
Meski belum selesai tugasnya di Solo, PDIP "tunduk" saat Jokowi meminta maju sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Begitu juga saat Jokowi yang belum genap dua tahun memimpin Jakarta, minta naik kelas sebagai capres.
Menurut dia, Jokowi dibantu relawannya "menekan" PDIP, hingga kemudian "patuh" mencalonkannya sebagai capres.
Setelah menjadi presiden dua periode, di tahun 2020, Jokowi kembali meminta dukungan kepada PDIP untuk mencalonkan putra sulung dan menantunya sebagai calon wali kota.
"PDIP kembali pasrah dan rela mengusung putra mahkota dan menantu Jokowi di pilkada dan kini menjadi Wali Kota Solo dan Medan," ungkapnya lewat keterangan tertulis, Sabtu, 28 Oktober 2023.
Sutrisno menyebut, untuk dan demi Jokowi bersama anak dan menantunya, banyak kader yang akhirnya terpaksa dan dipaksa mengubur mimpinya dalam karier politik.
"Banyak kader yang keluar atau dikeluarkan, dipecat dan diberi label penghianat partai," tukasnya.
Disebutnya, Jokowi bersama putra dan menantunya menjadi pejabat negara dan daerah, mendapat fasilitas dan proteksi, dan perlindungan negara selama 24 jam setiap hari.
PDIP ujar dia, membuka jalan dan peluang mereka menikmati semua fasilitas tersebut. Bahkan sepanjang sejarah Indonesia, hanya Gibran dan Bobby wali kota yang dikawal pasukan pengaman presiden atau paspampres.
Terjadi peningkatan anggaran paspampres dibanding periode sebelumnya, karena harus ada tim yang melekat di Solo dan Medan.
BACA JUGA: PDI-P Pecat Putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka
Sementara kader PDIP, yang berjuang untuk Jokowi dan keluarganya, pengurus anak ranting, ranting, pengurus anak cabang, pengurus cabang, pengurus daerah, badan dan sayap partai hanya dapat kaos bergambar wajah Jokowi dan keluarganya, dan sesekali dapat program BLT, KIS, KIP, PKH sama dengan warga miskin lainnya.
"Relawan Jokowi lebih menikmati kekuasaan yang diraih selama 10 tahun, dengan menjadi komisaris BUMN, staf khusus menteri, dan fasilitas kekuasaan lain," katanya.
Menurut dia, PDIP sungguh mengantarkan Jokowi dan keluarganya meraih segalanya, termasuk keadilan, sementara kader lain diperlakukan tidak adil hanya demi Jokowi dan keluarganya.
"Lalu hanya karena disebut petugas partai, Jokowi membiarkan pengikutnya membully, menghina Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri?" tandas Presidium GaMa Centre itu.
Diungkapnya, setiap kali Jokowi berkunjung ke daerah, sama sekali tidak pernah berkunjung ke satu kantor DPD atau DPC PDIP, apalagi menyapa kader.
Sementara Jokowi selalu memiliki waktu untuk bertemu dengan relawannya di semua daerah yang dikunjunginya.
Jokowi selalu berlindung di balik jabatannya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, milik rakyat Indonesia untuk menghindari identitas sebagai kader PDIP.
Jokowi menghadiri kegiatan nasional PDIP berupa Kongres, Rakernas, tidak istimewa, sebab Jokowi juga menghadiri acara partai, ormas, ormas, OKP, hingga organisasi pelajar.
Sehingga PDIP tidak mendapat perlakuan khusus apapun dari kadernya, karena telah menjadi milik relawan dan rakyat Indonesia.
"Demikian juga dengan putra mahkota dan menantu kesayangannya yang selalu diperlakukan istimewa dan diberi tempat khusus di setiap kegiatan partai. Namun keduanya sama sekali tidak pernah dekat, akrab, apalagi peduli dengan PDIP," bebernya.
Menurut dia, PDIP melakukan kesalahan besar dengan memberi peluang dan kesempatan kepada Jokowi, anak, dan menantunya. PDIP melakukan diskriminasi dengan harapan ketiganya loyal dan setia.
Hingga putra sulung Jokowi, Gibran maju sebagai cawapres Prabowo, dan menantu Jokowi, Bobby menyatakan dukungan terbuka, pengakuan mendukung pasangan Prabowo-Gibran, PDIP masih saja memperlakukan Gibran dan Bobby istimewa dengan hanya menyarankan keduanya memiliki etika politik dengan harapan keduanya mengundurkan diri.
"Bagaimana mungkin kader yang tidak memiliki etika politik beretika? Keduanya harus segera dipecat. Masa PDIP hanya berani memecat Budiman Sudjatmiko, kader biasa, yang telah berjuang dan masuk penjara karena mendukung Mega melawan penguasa orde baru, mantan mertua Prabowo, Presiden Soeharto?" tukasnya.
Sutrisno berpesan, demi menjaga solidaritas dan soliditas PDIP, maka semua penghianat partai harus segera dipecat oleh DPP PDIP.
Jangan sampai kata dia, DPP PDIP membiarkan kader- kader PDIP marah akibat aturan partai tajam ke bawah, tumpul ke atas hanya karena menyangkut anak dan menantu presiden. []