Jakarta - Politisi PDI Perjuangan (PDIP), Adian Napitupulu menilai penetapan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) penuh nuansa politik.
Hal ini disampaikannya menjelang Kongres PDIP 2025, yang akan menjadi momen penting dalam menentukan jajaran kepemimpinan partai.
Menurut Adian, KPK keliru menerapkan pasal obstruction of justice dalam kasus ini.
Ia menyebut tidak ada unsur kerugian negara yang signifikan dalam perkara tersebut, apalagi nilainya berada di bawah Rp1 miliar.
Berdasarkan Pasal 11 UU Nomor 30 Tahun 2002, KPK hanya berwenang menangani kasus korupsi yang melibatkan kerugian negara minimal Rp1 miliar atau melibatkan aparat penegak hukum.
"Kalau nilainya di bawah Rp1 miliar, itu seharusnya ditangani Polri, bukan KPK. Kenapa harus dipaksakan? Ada aroma politik yang sangat terasa di sini," kata Adian dalam wawancara di CNNIndonesia, Senin malam, 13 Januari 2025.
Adian menambahkan bahwa selama ini PDIP mendukung penuh upaya pemberantasan korupsi.
Namun, ia menilai kasus yang menjerat Hasto berbeda dari kasus kader PDIP lainnya.
"Ada beberapa kader PDIP yang jadi tersangka atau terpidana korupsi, dan kita tidak melawan. Tapi kali ini berbeda karena sangat kental dengan kepentingan politik," tegasnya.
Hasto dan Dugaan Perintangan Penyidikan
Hasto ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap dalam pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024.
Ia diduga bekerja sama dengan Harun Masiku, buron dalam kasus ini, untuk menyuap Wahyu Setyawan, mantan Komisioner KPU sekaligus kader PDIP.
Selain itu, Hasto juga dituduh membocorkan informasi terkait operasi tangkap tangan (OTT) yang menyasar Harun pada 2020.
Ia disebut memerintahkan Harun untuk menghancurkan barang bukti dan melarikan diri.
Hasto telah menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka pada Senin, 13 Januari 2025, namun belum ditahan KPK.
PDIP Pertanyakan Motif KPK
Kritik Adian mengacu pada waktu dan proses penetapan tersangka Hasto yang berdekatan dengan Kongres PDIP pada April 2025.
"Ini menimbulkan pertanyaan besar. Apakah ini benar soal hukum, atau ada agenda politik lain di belakangnya?" pungkas Adian.
KPK sejauh ini belum memberikan tanggapan atas kritik yang dilontarkan Adian.
Namun, kasus ini dipastikan akan terus menjadi sorotan, terutama karena melibatkan tokoh kunci dalam partai terbesar di Indonesia.[]