Toba - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Pdt. Penrad Siagian, menghadiri acara doa bersama bertajuk "Merawat Alam Tano Batak" yang digelar di Kabupaten Toba, Sumatra Utara (Sumut), pada Sabtu, 1 Maret 2025.
Acara ini merupakan bentuk kepedulian terhadap pelestarian lingkungan hidup di wilayah Tano Batak, yang saat ini menghadapi ancaman serius akibat aktivitas perusahaan PT. Toba Pulp Lestari (TPL).
Doa bersama tersebut dipimpin oleh Pimpinan Tertinggi atau Ephorus Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Pdt. Victor Tinambunan.
Turut hadir dalam acara ini ratusan jemaat dari berbagai gereja, masyarakat adat, serta para pendeta pimpinan dari berbagai denominasi gereja di Sumatra Utara.
Acara ini juga menjadi momentum untuk mengingatkan semua pihak tentang dampak negatif dari aktivitas perusahaan PT. Toba Pulp Lestari (TPL) yang dinilai telah merusak lingkungan hidup di Sumatra Utara.
Masyarakat adat dan berbagai organisasi lingkungan telah lama menyuarakan keprihatinan mereka atas kerusakan hutan dan sumber daya alam yang terjadi akibat operasi perusahaan tersebut.
Acara doa bersama ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk membangun kesadaran seluruh pihak dalam menjaga dan merawat lingkungan hidup di Tano Batak, serta mendorong tindakan konkret dari pemerintah dan pihak terkait untuk menghentikan perusakan lingkungan yang masih terus berlangsung.
Diberitakan sebelumnya, Pdt. Penrad Siagian mendesak adanya transparansi luas konsesi PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang dinilai telah memicu konflik berkepanjangan di berbagai kabupaten di Sumatra Utara.
Ia menilai konflik tersebut terjadi karena masyarakat tidak dilibatkan dalam pengurusan izin konsesi perusahaan padahal lahan telah mereka tempati secara turun temurun.
"Apakah status hutan itu otomatis boleh dijadikan hak konsesi? Ada kesalahan fundamental di kementerian dan lembaga terkait yang harus dievaluasi," ujar Penrad dalam keterangannya, Senin, 10 Februari 2025.
Menurutnya, keberadaan PT TPL kerap menciptakan konflik dengan masyarakat lokal yang berujung pada aksi kekerasan.
Ia menegaskan bahwa pendekatan humanis seharusnya menjadi prioritas perusahaan dalam menangani masalah ini.
"Di banyak tempat, PT TPL telah memicu konflik dan kekerasan. Saya mendesak agar mereka mengedepankan pendekatan humanis, bukan kekerasan," tegasnya.
Penrad juga menyatakan komitmennya untuk mengaudit persoalan yang telah berlangsung selama puluhan tahun tersebut.
"Saya akan melakukan audit terkait konflik yang sudah terjadi selama puluhan tahun di dapil saya, Sumatra Utara," tegasnya.
Penrad menyoroti kewajiban PT TPL untuk menyelesaikan konflik tenurial sesuai dengan Perpres 86 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Konflik Tenurial di Kawasan Hutan serta Permen LHK Nomor 84 Tahun 2016.
Namun, dia menilai perusahaan belum menjalankan mandat tersebut.
Untuk itu, ia mengajukan empat langkah konkret yang akan terus didorong:
1. Transparansi Luas Konsesi PT TPL: Penrad menuntut keterbukaan terkait luas lahan yang dikelola perusahaan untuk menghindari tumpang tindih dengan lahan masyarakat.
2. Penyelesaian Konflik Tenurial: Pemerintah, khususnya Kementerian Kehutanan, diminta segera turun tangan menyelesaikan konflik di konsesi TPL.
3. Audit Sosial dan Lingkungan: Negara harus melakukan audit menyeluruh terhadap dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan oleh PT TPL.
4. Mediasi Stakeholder: Penrad siap memfasilitasi mediasi antara perusahaan, pemerintah, dan masyarakat untuk mencari solusi yang adil dan permanen. []