Medan - Peradilan aneh dan mengernyitkan kening berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Sumatra Utara.
Seorang kasir sebagai terdakwa turut serta bernama Lie Yung Ai bisa dituntut 5 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum atau JPU.
Sedangkan dua pelaku utamanya, yakni Sonny Wicaksono divonis 6 bulan (tuntutan 8 bulan) dan Ade Pinem selaku notaris divonis 1,5 tahun (tuntutan 2 tahun).
Lie pun berontak dengan ketidakadilan ini.
Dengan berurai air mata Lie membacakan pembelaan atau pledoinya dalam sidang yang berlangsung pada 25 September 2025 lalu.
Dia memohon majelis hakim yang diketuai Philip Mark Soenpiet, membebaskannya dari tuntutan JPU selama 5 tahun penjara.
Tuntutan terhadapnya lebih tinggi daripada vonis yang diterima pelaku utama kasus ini, Sonny Wicaksono dan notaris Ade Pinem.
Dalam pledoinya, Lie Yung Ai, yang hanya berperan sebagai kasir, mempertanyakan logika hukum JPU.
“Saya hanya seorang kasir yang tugas saya hanya membayar. Bagaimana mungkin tuntutan saya lebih berat dari Direktur Utama Sonny Wicaksono dan Ade Pinem selaku notaris," ujar Lie kepada hakim.
Lie menegaskan ia hanya menjalankan perintah Direktur Utama Sonny Wicaksono untuk membayarkan biaya pembuatan dokumen perusahaan dan sama sekali tidak mengetahui apalagi menikmati hasil dari pemalsuan akta tersebut.
“Ini sangat tidak adil. Saya tidak tahu, dan tidak menikmati hasil dari hal ini. Semoga hakim memberikan keadilan kepada saya,” tambahnya.
Sarma Hutajulu selaku kuasa hukum Lie Yung Ai, dengan keras menyebut tuntutan 5 tahun penjara terhadap kliennya tidak masuk akal dan cacat logika hukum.
Lie didakwa dengan pasal “turut serta,” namun tuntutannya jauh melampaui pelaku utama.
“Kasus ini sudah diadili di mana Direktur Sonny Wicaksono yang dituduh memalsukan dan menggunakan surat tersebut dituntut 8 bulan dan divonis 6 bulan. Sementara itu, notaris yang membuat surat, Ade Pinem, dituntut 2 tahun dan dihukum 1 tahun 6 bulan. Sementara ibu ini dituntut 5 tahun dengan pasal turut serta,” jelas Sarma dipetik Senin, 29 September 2025.
Menurut Sarma, tidak logis bila seseorang yang perannya hanya sebagai kasir yang membayarkan penerbitan akta dituntut lebih berat dari pelaku tindak pidana itu sendiri. []