Hukum Kamis, 26 Mei 2022 | 11:05

Pembahasan RKUHP, Kecewa dengan DPR yang Tidak Kritis Terhadap Pemerintah 

Lihat Foto Pembahasan RKUHP, Kecewa dengan DPR yang Tidak Kritis Terhadap Pemerintah  Ilustrasi RKUHP. (Foto: Ist)
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Pembahasan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) kembali digelar oleh DPR dan Pemerintah pada Rabu, 25 Mei 2022. 

Pembahasan didahulukan dengan presentasi pemerintah mengenai RKUHP pada 16 isu. Dilanjutkan dengan pandangan masing-masing fraksi DPR, dan disepakati pembahasan lanjutan RKUHP yang tidak akan membuka kembali substansi RKUHP. 

Melihat apa yang dilakukan DPR dan Pemerintah tersebut, Aliansi Nasional Reformasi KUHP yang terdiri dari beberapa organisasi masyarakat sipil, kecewa dengan tidak kritisnya DPR.

DPR tidak berkomitmen untuk memeriksa secara presisi draft yang dilakukan perubahan oleh pemerintah. 

Tidak mempertanggungjawabkan kerja-kerja pemerintah sejak September 2019 hingga Mei 2022. 

Aliansi dalam keterangan tertulisnya mengatakan, menyuarakan perlunya draft terbaru RKUHP diberikan kepada publik pun tidak digaungkan oleh DPR.

Hanya satu fraksi DPR yang kemudian menghendaki adanya pembahasan atau pembukaan kembali draft dari pemerintah. 

"Sungguh sangat amat disayangkan. Padahal pemerintah melakukan perubahan terhadap rumusan RKUHP, termasuk perubahan yang tidak hanya 16 isu yang dipaparkan pemerintah, misalnya pengaturan dalam buku I. Harusnya DPR kritis terhadap perubahan yang diajukan pemerintah tersebut," kata Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu, yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP, Kamis, 26 Mei 2022.

Baca juga:

DPR dan Pemerintah Harus Membuka Pembahasan RKUHP, Tak Langsung Pengesahan

Dia menilai, hal itu menandakan hilangnya fungsi DPR yang perlu mengawasi kerja-kerja pemerintah termasuk fungsi legislasi untuk berperan aktif dalam pembahasan UU. 

Kesalahan yang sama mengundangkan UU yang dibahas secara tidak partisipatif justru kembali dilakukan di RKUHP. 

Padahal kata Eras, pembahasan terdahulu RKUHP cukup substansial yang seharusnya hal tersebut diteruskan. 

"Presiden pun jelas telah menyuarakan bahwa alasan penundaan pengesahan RKUHP September 2019 lalu karena masalah materi. Malah lantas materi tidak dibahas," tukasnya. 

Dia mengatakan, dalam pengaturan Pasal 71 A UU No. 15 Tahun 2019 Jo UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Pasal 142 Tata Tertib DPR No. 1 Tahun 2020 bahwa pembahasan UU yang di-carry over dilakukan seperti pembahasan UU lainnya selama telah ditetapkan sebagai prolegnas, dengan adanya pembahasan substansial, misalnya dengan membentuk panitia kerja pembahasan. 

Pembahasan jelas bisa dilakukan dengan melaksanakan komitmen DPR sebagai legislator. Sehingga pembahasan harusnya bisa dilakukan. 

Pihaknya melalui Aliansi Nasional Reformasi KUHP menyerukan DPR dan Pemerintah untuk pertama membuka draft RKUHP kepada publik, kedua untuk melakukan pembahasan terbuka RKUHP, pada pembahasan RKUHP ataupun paling tidak pada 24 isu bermasalah menurut aliansi. []

 

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya