Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek) diminta untuk memberikan dispensasi akademik dan keringanan uang kuliah tunggal (UKT), serta akses internet yang terjangkau bagi mahasiswa dari daerah terdampak bencana.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi X DPR RI, MY Esti Wijayati, Senin, 1 Desember 2025 di Jakarta.
“Kami berharap pemerintah dapat memberikan dispensasi atau penundaan pembayaran uang sekolah maupun uang kuliah bagi peserta didik yang terdampak. Kebijakan ini penting untuk meringankan beban keluarga yang sedang berjuang memulihkan kondisi,” ungkapnya.
Disebutnya, dampak bencana seperti banjir dan longsor yang terjadi di Sumatra, tidak hanya merusak infrastruktur dan permukiman. Tetapi juga mengguncang keberlangsungan pendidikan ribuan pelajar dan mahasiswa yang terdampak bencana.
"Untuk itu, kami meminta kepada Kemendiktisaintek untuk segera mendata seluruh mahasiswa dari daerah terdampak bencana melalui kampus-kampus di seluruh Indonesia, dan memberikan dispensasi penundaan dan keringanan pembayaran SPP-nya. Mengingat ini sudah mendekati UAS dan memasuki semester genap 2026," jelas politisi PDIP itu.
Esti menanggapi pernyataan Presiden Prabowo Subianto mengenai kemungkinan penetapan status darurat bencana nasional di Sumatera.
Dia menilai, pernyataan presiden menegaskan bahwa Indonesia berada dalam fase kedaruratan yang memerlukan respons terpadu, termasuk di sektor pendidikan tinggi yang kini di ambang UAS dan memasuki semester genap 2026.
"Karena itu, dispensasi dan keringanan UKT bagi mahasiswa menjadi penting. Ini untuk meringankan beban orang tua dan mahasiswa yang terdampak bencana alam. Kebijakan ini harus berlaku bagi semua mahasiswa dari seluruh daerah terdampak bencana di Indonesia," kata dia.
Esti pun mendorong Kemendiktisaintek melakukan pendataan nasional secara cepat dan terintegrasi terhadap seluruh mahasiswa asal wilayah bencana. Termasuk di Tapanuli, Aceh hingga Sumbar.
Esti menegaskan bahwa pendataan ini tidak dapat menunggu laporan pasif. Akan tetapi, setiap kampus harus proaktif mengidentifikasi mahasiswa terdampak melalui fakultas, biro akademik, dan himpunan mahasiswa daerah.
"Dispensasi akademik menjelang UAS adalah kewajiban negara, bukan kebijakan opsional," sebutnya.
Mahasiswa yang sedang berada di daerah bencana pun mengalami hambatan serius seperti rumah rusak bahkan tenggelam, belum lagi kehilangan dokumen akademik, jaringan internet dan listrik putus, transportasi terputus, trauma dan kondisi keluarga tidak stabil.
"Kemudian beri fleksibilitas metode pembelajaran, keluarkan kebijakan force majeure bagi seluruh proses akademik. Tidak boleh ada mahasiswa yang gagal studi hanya karena ia menjadi korban bencana," tegas Esti.
Esti juga mendorong penundaan pembayaran UKT Semester Genap 2026 tanpa denda, serta keringanan atau pemotongan UKT bagi mahasiswa dari keluarga yang kehilangan mata pencaharian.
"Kemendiktisaintek dan perguruan tinggi wajib memberikan beasiswa darurat bencana bagi mahasiswa yang terdampak secara ekonomi, serta memperluas KIP Kuliah untuk wilayah terdampak," ungkapnya.
Esti juga menilai, perlu diberlakukan skema cicilan UKT hingga situasi ekonomi keluarga mahasiswa yang terdampak kembali pulih.
“Kebijakan ini penting karena ribuan keluarga kehilangan rumah, lahan, dan pendapatan akibat bencana," terangnya.
Lebih jauh, Esti menyoroti masalah ribuan mahasiswa yang tidak dapat mengakses pembelajaran daring karena jaringan seluler rusak, pemadaman listrik, hilangnya perangkat, hingga ketiadaan wifi publik di posko pengungsian.
Pihaknya mendorong adanya kolaborasi lintas kementerian dan operator telekomunikasi, termasuk Komdigi, BAKTI, PLN, dan kampus untuk menyediakan wifi darurat di posko-posko pengungsian.
"Bantuan internet bukan fasilitas tambahan, melainkan kebutuhan akademik dasar dalam situasi darurat," tambahnya. []