Jakarta - Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani menilai, berbagai preseden buruk praktik mafia komoditas bahan pokok yang memanfaatkan celah birokrasi dan rekomendasi persetujuan ekspor maupun kuota impor seringkali luput dari perhatian pemerintah.
Kasus korupsi daging sapi dan ekspor bawang putih yang memakai pola sama dengan melibatkan Kementerian Perdagangan maupun Kementerian Pertanian, tidak menjadi pelajaran dan langkah antisipatif untuk membangun sistem dan mekanisme menghambat tuntas praktik mafia berkenaan dengan barang kebutuhan pokok yang amat merugikan masyarakat.
Dia menyebutkan, pasca penetapan tersangka mafia minyak goreng oleh kejaksaan, bukan berarti persoalan selesai dan kebutuhan minyak sawit sawit dapat segera terpenuhi.
Baca juga:
Tak Percaya Mafia Minyak Goreng, Rachmat Gobel: yang Ada Pengusaha Cari Untung
"Pemerintah harus mengambil prakarsa pembenahan sistematis tata kelola kebijakan menutup segala peluang yang dimanfaatkan untuk mengeruk untung di tengah penderitaan rakyat," katanya dalam keterangan yang dikutip Senin, 25 April 2022.
Disebutkannya, fakta bahwa Indonesia merupakan negara produsen CPO terbesar di dunia, tidak mampu menutupi buruknya sistem tata kelola perkebunan kelapa sawit yang masih menyisakan kompleksitas persoalan di semua lini.
Tata kelola kawasan yang tumpang tindih, data luasan perkebunan sawit yang berbeda-beda, masifnya kebun sawit di kawasan hutan, serta praktik korupsi di sektor sawit, menjadi tugas besar agar kemandirian komoditas ekspor penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia, dapat dikelola secara berdaulat dan berkelanjutan (sustainable palm oil) dengan mengedepankan aspek sosial dan lingkungan. []