Siantar - Penerimaan siswa di SMA Negeri 4 Kota Pematang Siantar, Sumatra Utara dipersoalkan.
Ada tuduhan diskriminatif dan berbau SARA dalam menentukan kelulusan. Namun hal itu disangkal pihak kepala sekolah.
Kejadian dialami salah seorang siswi asal Kabupaten Simalungun yang mendaftar ke salah satu SMA favorit di Sumatra Utara tersebut.
Siswi dimaksud berinisial KPMS dinyatakan tidak lulus meski dirinya merupakan pelajar berprestasi di tingkat nasional dan mendaftar dari jalur prestasi non-akademik.
Sebaiknya, pihak SMA Negeri 4 justru meluluskan seorang siswi lain yang juga serupa dengan KMPS, yakni berprestasi di tingkat nasional dan jalurnya juga non-akademik.
Merespons kejadian ini, Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Simalungun atau Gemapsi melaporkan pihak SMA Negeri ke Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim, Komnas HAM, Gubernur Sumut, Kapolda Sumut, dan Kepala Dinas Pendidikan Sumut Asren Nainggolan.
Ketua Gemapsi Anthony Damanik dalam laporannya tertanggal 5 Juni 2023 mengungkap, berdasarkan Portal Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Sumatera Utara yang diterbitkan Dinas Pendidikan Sumatera Utara, pada poin 13.3 Prestasi bidang Keagamaan disebutkan bahwa Musabaqah Tilawatil Quran, Hafiz Hafiz Quran, dan Lomba Pesparawi Siswa.
Dalam hal ini kata dia, sangat jelas dinyatakan untuk jalur prestasi non-akademik diperbolehkan dari prestasi juara lomba pesparawi.
Kemudian pada Poin 14. 2 dan 14. 3 dinyatakan, seleksi dapat dilakukan pada peserta didik yang memiliki prestasi kategori beregu atau kelompok.
Namun, saat salah seorang siswi berinisial KPMS dengan NISN 0086921793, kelahiran Simalungun pada 4 Oktober 2007, dengan nomor registrasi 431973 mendaftar ke SMA Negeri 4 Pematang Siantar, dengan Sertifikat Juara 1 Pesparawi tingkat Nasional dengan skor 32 dan dengan skor 32 siswa dapat diterima, justru oleh pihak SMA Negeri 4 Pematang Siantar menolak dan menyatakan sertifikat pesparawi tersebut tidak berlaku dan agar mengganti dengan sertifikat lainnya dari perorangan.
Setelah ditolak dengan Sertifikat Pesparawi tingkat Nasional, KPMS kembali mendaftar dengan nomor registrasi 504430, namun skor untuk pendaftaran tersebut berkurang, dari skor 32 menjadi skor 16 dan keterangan Tidak Lulus.
Dijelaskan Anthony, siswi pendaftar atas nama KPMS adalah pemegang Sertifikat Piagam sebagai Juara I Pesparawi tingkat Nasional se-Indonesia.
Apabila mendaftar dengan Sertifikat Pesparawi Juara I tingkat Nasional siswa pendaftaran mendapat skor 32 dan Lulus.
Apabila mendaftar dengan sertifikat perorangan sebagai Juara se-Kabupaten Simalungun siswi mendapat skor 16 dan Tidak Lulus.
Berdasarkan hal tersebut lah kata Anthony, pihaknya melaporkan Kepala SMA Negeri 4 Pematang Siantar.
BACA JUGA: Kisah di Balik Siantar Punya Kampung Melayu, Kampung Kristen, Hingga Jalan Jawa
"Kepala SMA Negeri 4 Pematang Siantar telah melakukan kebijakan yang diskriminatif kepada siswa yang berprestasi dari jalur Pesparawi," tukasnya.
Kemudian ujar dia, Kepala SMA Negeri 4 Pematang Siantar telah mengabaikan dan melanggar ketentuan PPDB Provinsi Sumatera Utara khususnya poin 13.3.3 dan 14.2 yang membolehkan jalur prestasi dari jalur Pesparawi dan beregu.
"Kami menduga kuat penolakan oleh kepala sekolah ini adalah unsur sentimen SARA (Suku, Ras, dan Agama)," katanya.
Untuk itu Gemapsi kata Anthony, meminta para pihak yang sudah disurati guna menegakkan ketentuan dan peraturan serta menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan di Kota Pematang Siantar.
"Agar kiranya dilakukan pemeriksaan dan penyelidikan terhadap laporan dan pengaduan kami ini," tandas Anthony.
Kepala SMA Negeri 4 Pematang Siantar Jastman Saragih membantah tuduhan pihaknya bertindak diskriminatif apalagi bertindak SARA terhadap lulus tidak lulusnya siswa pendaftar.
Menurut dia, yang menentukan siswa lulus dan tidak lulus bukan pihak sekolah apalagi kepala sekolah.
Dia mengatakan, siswa yang mendaftar dari jalur prestasi ke SMA Negeri 4 diregistrasi ke dalam sistem aplikasi yang sudah disiapkan sebelumnya.
Jika kemudian siswi tersebut memiliki skor yang sama dengan siswa lainnya, maka sistem akan bekerja menentukan siapa yang dinyatakan lulus dan tidak lulus.
"Salah satu soal jarak. Sistem akan melihat, kalau ada beberapa siswi dengan skor sama, maka sistem melihat jarak domisili masing-masing siswi. Maka sistem akan bekerja menyatakan yang lulus dan tidak lulus. Tentu siswi dengan jarak paling dekat sekolah yang dinyatakan lulus," kata dia menerangkan saat dikonfirmasi pada Selasa, 6 Juni 2023.
Jastman lalu menegaskan, dirinya sendiri tidak punya akses ke sistem aplikasi dan tidak bisa mengintervensi siapa yang lulus dan tidak lulus.
"Saya tidak punya kewenangan mengintervensi sistem aplikasi yang sudah ada. Jadi tidak mungkin saya intervensi soal kelulusan. Sistem di aplikasi yang menentukan skor seseorang hingga dinyatakan lulus atau tidak," tukas kepala sekolah yang masih pelaksana tersebut.
Itu sebabnya kata dia, tuduhan diskriminatif apalagi berbau SARA sangat tidak berdasar dan terlalu jauh. []