Jakarta – Anggota Komisi VIII DPR RI, KH Maman Imanulhaq, menyayangkan tindakan penggusuran Surau Baitul Ibadah di Tembesi, Batam, yang terjadi di tengah konflik lahan antara pengurus surau dan PT Tanjung Piayu Makmur (PT TPM).
Menurutnya, penggusuran ini tidak hanya melukai hak masyarakat dalam beribadah, tetapi juga mengabaikan prinsip keadilan sosial.
"Kami sangat prihatin dengan kejadian ini. Surau bukan cuma tempat ibadah, tapi juga pusat spiritual dan budaya masyarakat. Seharusnya, semua pihak bisa lebih bijak dengan mengutamakan dialog, bukan langkah represif yang merugikan umat," kata Kiai Maman saat berbicara kepada wartawan, Minggu, 9 Februari 2025.
Sebagai wakil rakyat di Komisi VIII DPR RI yang menangani urusan keagamaan, Kiai Maman menekankan pentingnya penyelesaian konflik lahan secara adil dan transparan, terutama ketika menyangkut tempat ibadah.
Ia mendesak pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk turun tangan menyelesaikan sengketa ini dengan prinsip keadilan dan perlindungan terhadap rumah ibadah.
"DPR punya kewenangan untuk meminta klarifikasi dari pihak-pihak terkait, termasuk pemerintah daerah dan PT TPM, agar ada solusi yang adil bagi semua. Jangan sampai kepentingan bisnis mengabaikan hak masyarakat dalam beribadah," tegasnya.
Di sisi lain, Wakil Sekretaris Dewan Syuro DPP PKB itu juga mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan tidak terprovokasi.
Ia berharap semua pihak bisa mengutamakan musyawarah dan penyelesaian hukum yang adil agar tidak menimbulkan keresahan lebih luas.
Surau Baitul Ibadah, yang dikelola oleh Pimpinan Tarekat Samaniyah, sudah lama menjadi tempat ibadah dan aktivitas keagamaan warga setempat. Namun, belakangan ini muncul konflik lahan antara pengurus surau dan PT TPM.
Perusahaan mengklaim kepemilikan tanah yang ditempati surau, sementara pengurus surau dan warga sekitar menolak penggusuran karena menganggap lahan tersebut sebagai tempat ibadah yang sudah berdiri sejak lama.
Pada 5 Februari lalu, aparat bersama pihak perusahaan melakukan pembongkaran surau, yang langsung mendapat penolakan dari warga.
Penggusuran ini pun memicu reaksi keras dari masyarakat dan tokoh agama yang menilai tindakan tersebut sebagai bentuk ketidakadilan terhadap hak beribadah.[]