News Senin, 23 Mei 2022 | 20:05

Perpindahan Ibu Kota Kalimantan Selatan ke Kota Banjarbaru Digugat ke MK

Lihat Foto Perpindahan Ibu Kota Kalimantan Selatan ke Kota Banjarbaru Digugat ke MK Pasar Apung di Kota Banjarmasin. (Foto: banjarmasin.go.id)
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Perpindahan Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan dari Kota Banjarmasin ke Kota Banjarbaru digugat sejumlah pihak ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Para penggugat atau pemohon yang menyampaikan gugatannya menyebut UU Nomor 8 Tahun 2022 tentang Provinsi Kalimantan Selatan yang sudah disahkan pada 15 Februari 2022 silam melanggar UUD 1945.

MK melalui panel hakim yang dipimpin Saldi Isra kemudian menggelar sidang perkara ini pada Senin, 23 Mei 2022.  

Ada tiga perkara yang dimohonkan ke MK, yakni perkara nomor 58/PUU-XX/2022 yang dimohonkan oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Banjarmasin, dan sejumlah pemohon perseorangan yang tergabung dalam Forum Komunikasi Kota Banjarmasin. Mereka menguji secara formil UU Provinsi Kalsel. 

Pemohon yang sama juga mengajukan perkara nomor 59/PUU-XX/2022 dan menguji secara materiil Pasal 4 UU Provinsi Kalsel. 

Sementara perkara nomor 60/PUU-XX/2022 diajukan oleh Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina dan Ketua DPRD Kalimantan Selatan Harry Wijaya. 

Ketiga perkara itu mempersoalkan UU Provinsi Kalsel yang disebut bertentangan dengan UUD 1945.

Para pemohon perkara nomor 58/PUU-XX/2022 yang diwakili oleh Muhammad Pazri selaku kuasa hukum menjabarkan telah dirugikan atas keberadaan UU Provinsi Kalsel tersebut. 

Sebab dalam proses pembuatan norma tersebut tidak melibatkan partisipasi masyarakat sehubungan dengan pemindahan ibu kota Kalimantan Selatan. 

Dikatakan Pazri, UU Provinsi Kalsel dinilai merugikan para pengusaha yang tergabung dalam Kadin Kota Banjarmasin.

Baca juga:

Kembali Joki Vaksin Covid-19 Ditangkap, Kali Ini di Banjarmasin Kalsel

Karena dengan rencana pemindahan ibu kota provinsi ke Kota Banjarbaru akan berdampak pada sektor ekonomi, terutama bagi penyedia akomodasi dan usaha kuliner serta sektor konstruksi dalam penyediaan pembangunan fisik yang akan mengurangi kemajuan infrastruktur pendukung di Kota Banjarmasin.

Berikutnya para pemohon perkara nomor 59/PUU-XX/2022 dalam dalilnya menyatakan Pasal 4 UU Kalsel yang berbunyi “Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan berkedudukan di Banjarbaru,” bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 28D, Pasal 28F, Pasal 28H ayat (1), Pasal 18B ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945. 

Secara historis para pemohon melihat, Kota Banjarmasin memiliki peran penting dalam perkembangan Provinsi Kalimantan Selatan sejak masa 1500-an yang dijadikan pusat pemerintahan.  

Dengan mengubah kedudukan Kota Banjarmasin sama dengan melakukan pembelokan sejarah. Sehingga pasal Provinsi Kalsel bertentangan dengan UUD 1945 karena tidak adanya keadilan dalam menghargai historis Banjarmasin sebagai daerah yang masih kental dengan hak-hak tradisional Banjarmasin yang masih berkembang hingga saat ini sebagai ibu kota provinsi Kalimantan Selatan.

“Memohon pada Mahkamah mengabulkan permohonan untuk seluruhnya dan menyatakan UU  Provinsi Kalsel bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan berkedudukan di Kota Banjarmasin dan pusat pemerintahan di Kota Banjarbaru’,” sebut Muhammad Mauliddin yang juga merupakan tim kuasa hukum para pemohon.

Para pemohon perkara nomor 60/PUU-XX/2022 melalui Lukman Fadlun menyebutkan dalam proses pembentukan UU tidak melibatkan partisipasi masyarakat secara umum dan secara khusus DPR RI tidak ke Banjarmasin untuk datang langsung menampung aspirasi masyarakat. 

Selain itu, pembentukan UU Provinsi Kalsel juga tidak memperhatikan keserasian hubungan pemerintah pusat daerah.

Hal ini terbukti dengan tidak adanya penetapan DPRD Provinsi Kalimantan Selatan dalam rapat paripurna untuk memutuskan ibu kota provinsi berpindah dari Banjarmasin ke Banjarbaru dan sebagai pemangku kepentingan pemerintah daerah Kota Banjarmasin pun tidak pernah dilibatkan, mulai dari tahap pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi hukum dan menjadi rancangan yang diajukan dalam penetapan rancangan undang-undang. []

 

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya