Mamuju - Ketua Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Mamuju, Syamsuddin menilai mutu pendidikan di Sulawesi Barat (Sulbar) tidak mengalami peningkatan.
Syamsuddin mengaku, tidak melihat perubahan mutu pendidikan dari tahun ke tahun di Sulbar. Bahkan, pendidikan di wilayah tersebut terbilang merosot.
"Tak ada prestasi yang bisa di banggakan," kata Syamsuddin di Sulbar, Rabu, 11 Mei 2022.
Menurutnya, mutu pendidikan di Sulbar semakin hari semakin buruk, mulai dari peningkatan kapasitas dan kualitas tenaga pengajar, kurikulum pembelajaran yang tidak mengakomodir nuansa lokalitas Sulbar, serta tak memadainya fasilitas pembelajaran.
"Padahal, negara telah mengucurkan 20 persen APBN untuk pendidikan di Indonesia," ujarnya.
Dia mengatakan, berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, postur anggaran pendidikan mulai tahun 2017 hingga 2021 sebanyak Rp 2.410,77 triliun.
"Kemudian Sulbar memperolah kucuran dana tersebut selama kurun waktu 2 tahun terakhir kurang lebih Rp 380 miliar," ujarnya.
Secara logika, kata dia, anggaran yang sangat besar tersebut bisa digunakan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Sulbar, jika tidak ada yang korupsi.
"Tetapi faktanya, hari ini malah berbanding terbalik. Sulbar malah berada di peringkat ke 3 dari bawah setelah Papua dan Papua Barat," tuturnya.
Berdasarkan data Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT), dari 23110 sekolah di Indonesia, tak satupun sekolah di Sulbar yang masuk dalam 1000 sekolah yang memiliki standar penilaian UTBK.
"Itu menunjukkan, standar pendidikan di Sulbar sangat-lah buruk," katanya.
Oleh sebab itu, dia mempertanyakan letak permasalahan yang membuat kondisi pendidikan di Sulbar tidak mengalami peningkatan.
"Kami menduga pelaksanaan anggaran DAK pendidikan dimainkan sejumlah mafia proyek di Sulbar," ujarnya.
Lebih lanjut, dia meminta lembaga pengawas dan penegak hukum agar mengawasi pelaksanaan DAK dan menindak tegas pelaku yang berupaya mengintervensi DAK tersebut.
"Jika ke depannya pendidikan di Sulbar tidak ada peningkatan, lebih baik kepala dinas Pendidikan dan Kebudayaan dicopot dari jabatannya karena tidak becus mengurusi pendidikan," ucap Syamsuddin.[]