Siantar - Setiap menjelang hingga perayaan Natal, salah satu aksesoris ikonik adalah pohon Natal.
Pemasangan pohon Natal dilakukan secara luas di ruang publik, perkantoran, mal, hotel, bahkan rumah sakit.
Di ruang spesifik, umat Kristen mulai memasang pohon Natal di awal Desember. Kian marak saat perayaan - perayaan berlangsung di gereja, rumah, hingga komunitas perkumpulan.
Tapi tahukah bahwa pohon Natal yang semula menggunakan pohon Cemara itu, bukan tradisi kekristenan.
Bahkan di kitab suci Kristen tidak ditemukan tradisi pohon Natal ini. Wajar, karena memang tradisi ini lahir jauh setelah Yesus Kristus lahir di Betlehem.
Penggunaan pohon Cemara sebagai simbol kehidupan dan harapan masyarakat Eropa kuno dilakukan dalam tradisi pagan, seperti Yule di kalangan bangsa Nordik.
Pohon cemara digunakan untuk merayakan titik balik matahari musim dingin (winter solstice).
Daun hijau cemara yang tetap segar di tengah musim dingin dianggap sebagai lambang keabadian dan perlindungan dari roh jahat.
Bangsa Romawi juga menggunakan cabang hijau untuk menghiasi rumah mereka selama festival Saturnalia, sebuah perayaan yang diadakan pada akhir Desember untuk menghormati Dewa Saturnus.
Tradisi menghias pohon mulai diadopsi oleh umat Kristen pada abad pertengahan di Jerman.
Santo Bonifasius, seorang misionaris Jerman pada abad ke-8 menebang pohon ek yang digunakan dalam ritual pagan dan menggantinya dengan pohon cemara yang dianggapnya sebagai "pohon Kristus" karena bentuknya yang meruncing ke atas, melambangkan surga.
Pada abad ke-16, masyarakat Jerman mulai menghias pohon cemara di dalam rumah mereka sebagai bagian dari perayaan Natal.
Dekorasi awalnya sederhana, menggunakan apel, kacang, dan kue sebagai hiasan. Pohon ini disebut "Paradise Tree," yang melambangkan pohon pengetahuan dalam Alkitab.
Abad ke-18 dan 19 tradisi pohon Natal menyebar ke luar Jerman. Seperti Inggris, pohon Natal menjadi populer berkat Ratu Victoria dan Pangeran Albert.
Keluarga kerajaan itu memperkenalkan pohon Natal di istana kerajaan pada tahun 1841.
Melebar kemudian ke Amerika Serikat, yang diperkenalkan imigran Jerman. Pada pertengahan abad ke-19, pohon Natal menjadi elemen utama dalam perayaan Natal di berbagai negara.
Semula, pohon Natal dihias dengan bahan-bahan alami, terutama lilin. Berjalan waktu, dekorasi modern mulai bermunculan, seperti lampu listrik, bola kaca, dan ornamen buatan tangan.
Pada tahun 1882, Edward H. Johnson, seorang kolega Thomas Edison, menciptakan lampu Natal listrik pertama. Inovasi ini menggantikan lilin tradisional yang rawan kebakaran. Kini, lampu hias menjadi elemen penting dalam menghias pohon Natal di seluruh dunia.
Bagi banyak orang, menghias pohon Natal bukan hanya sekedar tradisi Natal, tetapi juga momen untuk merayakan cinta, kebersamaan, dan harapan di ujung tahun. []