News Senin, 07 Maret 2022 | 17:03

PPATK Blokir Dana Sebesar Rp 150 Miliar Terkait Investasi Ilegal

Lihat Foto PPATK Blokir Dana Sebesar Rp 150 Miliar Terkait Investasi Ilegal Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana. (ANTARA/HO-PPATK)

Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melakukan penghentian transaksi terhadap aliran dana dari investor ke berbagai pihak yang diduga menjual produk investasi ilegal.

"PPATK pada Senin (7 Maret 2022) kembali melakukan penghentian sementara transaksi dan blokir dana sebesar Rp 150,4 miliar dan jumlah tersebut berasal dari 8 rekening yang diperoleh dari 1 Penyedia Jasa Keuangan (PJK)," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavadana di Jakarta, seperti mengutip ANTARA, Senin, 7 Maret 2022.

Sebelumnya, PPATK juga melakukan penghentian sementara dan blokir mencapai Rp 202 miliar yang berasal dari 109 rekening pada 55 Penyedia Jasa Keuangan.

Dia mengatakan, jumlah tersebut berpotensi terus bertambah sesuai dengan proses analisis yang dilakukan oleh PPATK sesuai dengan tugas dan kewenangannya.

PPATK, lanjutnya, memiliki kewenangan dalam melakukan penghentian sementara transaksi keuangan selama 20 hari kerja.

Selain itu, PPATK juga akan berkoordinasi serta melaporkan kepada penegak hukum terhadap transaksi mencurigakan dalam nominal besar terkait investasi yang diduga ilegal.

"Pertimbangan PPATK dalam melakukan langkah tersebut antara lain karena adanya laporan transaksi keuangan mencurigakan dari Penyedia Jasa Keuangan serta sejumlah ketidakwajaran profiling," ujarnya.

Hasil analisis PPATK terhadap dugaan penipuan dan pencucian uang dalam kasus investasi ilegal ditemukan berdasarkan adanya transaksi pembelian aset mewah berupa kendaraan, rumah, perhiasan, dan aset lainnya, yang wajib dilaporkan penyedia barang dan jasa (PBJ) sebagai pihak pelapor kepada PPATK, tapi dalam pelaksanaannya tidak dilaporkan kepada PPATK.

"Mereka yang kerap dijuluki crazy rich ini patut diduga melakukan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari investasi bodong dengan skema Ponzi," ucap Ivan.

Dia mengatakan, dugaan melakukan penipuan semakin menguat tak hanya dari deteksi aliran dana investasi bodong yang dijalaninya, namun juga nampak dari kepemilikan berbagai barang mewah yang ternyata belum semuanya dilaporkan oleh penyedia barang dan jasa di mana mereka membeli.[]

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya