Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memaparkan tiga hal yang bisa menjadi fondasi pendongkrak daya saing Indonesia yakni infrastruktur, hilirisasi dan industrialisasi, serta digitalisasi.
Hal itu disampaikan Presiden Jokowi saat menghadiri Silatnas PPAD 2022 di Sentul, Kabupaten Bogor, Jumat, 5 Agustus 2022.
Presiden menyatakan pemerintah telah berusaha memperkuat ketiga fondasi tersebut, karena peta persaingan global tidak lagi tentang negara besar atau kaya mengalahkan negara kecil atau miskin.
"Ke depan bukan negara besar mengalahkan negara kecil, bukan negara kaya mengalahkan negara miskin, bukan. Pertarungannya, kompetisinya adalah negara cepat akan mengalahkan negara yang lambat dan untuk cepat itu dibutuhkan fondasi-fondasi inilah yang sedang kita kerjakan," kata Presiden Jokowi dikutip dari kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Presiden menyampaikan aspek infrastruktur dampaknya tidak terasa instan, melainkan lima sampai 10 tahun mendatang yang terlihat jelas dalam peta persaingan dengan negara-negara lain.
"Dalam tujuh tahun ini kita sudah bertambah 2.042 km jalan tol, 5.500 km jalan non tol, bandara baru 15, pelabuhan baru 18, bendungan baru 38, irigasi baru 1,1 juta hektare. Inilah fondasi kita untuk berkompetisi dengan negara-negara lain. Mungkin tidak bisa kita rasakan instan sekarang dan efeknya akan ke APBN," ujarnya.
Dalam aspek hilirisasi dan industrialisasi, Presiden menyatakan bahwa kedua hal itu tidak berani dilakukan Indonesia untuk kurun waktu yang cukup panjang. Semenjak era VOC masih beroperasi di Hindia Belanda, ekspor selalu dilakukan dalam bentuk bahan mentah dan kerap melupakan untuk mempersiapkan fondasi industrialisasinya.
"Saya beri contoh nikel kita ekspor bertahun-tahun, nilainya 1,1 billion USD tahun 2014, kira-kira Rp 15 triliun ekspor bahan mentah. Begitu kita stop 2017, ekspor di 2021 mencapai Rp 300 triliun lebih. Dari Rp 15 triliun melompat Rp 300 triliun, itu baru satu komoditi," ujarnya.
Presiden Jokowi mengakui keputusan itu menimbulkan gugatan oleh Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) tapi Indonesia tidak gentar dengan itu.
"Sampai sekarang gugatan belum selesai karena kita mengajukan alasan-alasan yang masuk akal, barang-barang kita sendiri, nikel-nikel kita sendiri," katanya.
Presiden menyatakan langkah Uni Eropa itu tidak lepas karena industri baja mereka tidak mendapatkan pasokan bahan baku, sehingga industri tersebut justru beralih ke Indonesia.
Dari industrialisasi tersebut, Indonesia mendapatkan keuntungan berupa lompatan pajak sekira 20 kali lipat.
Ia juga menegaskan bahwa pemerintah tidak gentar dengan gugatan ke WTO dan melanjutkan penghentian ekspor mentah untuk timah, bauksit, dan tembaga.
"Tembaga stop, bauksit stop, ini yang akan berkontribusi untuk perekonomian kita dan membuka lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya," ujarnya.
Berkenaan dengan fondasi digitalisasi, Presiden secara khusus mengarahkan agar pelaku usaha kecil, mikro, dan menengah (UMKM) harus memiliki keberanian untuk masuk ke platform.
"Ada 65,4 juta UMKM dan itu memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi kita 61 persen. Jangan lupakan yang kecil-kecil ini, sebab itu kita terus mendorong mereka masuk ke ekosistem digital ini, yang akan menjadi fondasi kuat ekonomi Indonesia," katanya.
Presiden mengingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi itu harus dilakukan demi mengimbangi dengan produksi domestik bruto (PDB/GDP) Indonesia yang diproyeksikan mencapai peringkat ketujuh dunia pada 2030 dan keempat pada 2045.
"Akhirnya apa? Kalau pertumbuhan ekonomi dan GDP kita baik perkirakan kita tiga kali lipat yang sekarang dari 1,1 sampai 1,2 triliun USD menjadi di atas 3, akhirnya APBN akan menggelembung lebih besar. Akhirnya apa? Porsi anggaran untuk gaji dan pensiunan juga akan lebih besar," ujar Jokowi. []