Jakarta - Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia (UI) Prof. Jimly Asshiddiqie mendorong Presiden Prabowo Subianto untuk segera mengumumkan penetapan status Bencana Nasional atas peristiwa banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi di Aceh, Sumatra Utara (Sumut), dan Sumatra Barat (Sumbar).
Hingga Kamis, 4 Desember 2025 pukul 16.00 WIB saja, tercatat jumlah korban meninggal dunia mencapai 836 jiwa dan 518 jiwa lainnya masih dinyatakan hilang.
Jimly menyayangkan sikap Pemerintahan Pusat yang sampai saat ini kukuh, menganggap tragedi memilukan di tiga provinsi wilayah Sumatra tersebut tidak masuk kategori bencana nasional.
Padahal, menurut dia, sejumlah pejabat di daerah sudah memberikan imbauan, agar pusat menaikkan level kedaruratan bencana di dalam negeri. Mengingat, korban masih terus berjatuhan setiap harinya.
Belum ditambah dampak dari bencana tersebut meluluhlantakkan infrastruktur dasar, rumah, lahan, dan masih banyak lagi ekses lainnya.
"Sedih dengarkan pejabat-pejabat daerah-daerah terkena dampak bencana mengimbau agar bencana di tiga provinsi Sumatra ditetapkan sebagai BENCANA NASIONAL dan dijawab pejabat pusat dengan sikap denial, seolah sangat khawatir dengan status bencana nasional," kata Jimmy dikutip dari akun X/@JimlyAs pada Jumat (5/12/2025).
Jimly lantas menyinggung Pasal 12 Undang Undang Dasar (UUD) 1945 berisi pernyataan bahwa "Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang".
Sejauh ini Presiden Prabowo menjalankan strategi melalui pengerahan bantuan dari pusat yang besar-besaran lewat BNPB, TNI, Polri, serta kementerian dan lembaga terkait.
Sebagai informasi, terakhir, status bencana nasional diteken oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) melalui Keppres Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran COVID-19 sebagai Bencana Nasional, pada 13 April 2020.
"Padahal itulah gunanya Pasal 12 Undang-Undang Dasar (UUD) yang beri fasilitas untuk nerobos & nerabas," tutur Jimly.
Jimly juga menyayangkan perspektif para sarjana hukum zaman sekarang yang tidak atau belum memahami prinsip hukum darurat.
Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri itu pun mengaku sudah merumuskan materi mata kuliah khusus Hukum Tata Negara (HTN) darurat untuk di perguruan tinggi atau universitas tertentu.
"Para SH juga banyak yang tidak paham dengan prinsip `emergency law`. Maka selama lima tahun terakhir saya buat mata kuliah khusus HTN Darurat di FHUI & STHM," ujarnya.
"Bahkan di UNHAN saran saya dijadikan acuan membentuk Prodi Hukum Keadaan Darurat di Fak. Keamanan Nasional," ucap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut.
Oleh karena itu, Jimly mendorong Presiden Prabowo untuk tidak ragu menaikkan status bencana nasional di Sumatra, karena ia lihat memang tingkat kebencanaannya sudah masuk kategori tersebut.
"Ayo tetapkan saja Bencana Nasional dengan segala +-nya," kata Jimmy Asshiddiqie.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menegaskan bahwa pemerintah tidak menetapkan status bencana nasional karena mempertimbangkan berbagai aspek.
kata Prasetyo, fokus utama pemerintah Prabowo adalah percepatan penanganan di lapangan serta dukungan penuh dari pemerintah pusat kepada daerah.
“Yang paling penting adalah bukan masalah statusnya, tapi sekali lagi adalah masalah penanganannya, kemudian support atau back up dari pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah, provinsi, maupun kabupaten,” kata Mensesneg usai memberikan keterangan pers bersama terkait perkembangan penanggulangan bencana Sumatra pada Rabu, 3 Desember 2025. []