News Selasa, 03 Oktober 2023 | 17:10

Propam Didesak Tangani Dugaan Kekerasan Oknum Polisi pada Tokoh Agama di Nduga

Lihat Foto Propam Didesak Tangani Dugaan Kekerasan Oknum Polisi pada Tokoh Agama di Nduga Polres Nduga. (Foto: Ist)
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menurunkan Propam memeriksa oknum Polri yang tergabung dalam Tim Damai Cartenz 2023 dan Kapolres Nduga.

Hal itu terkait tindakan kekerasan dan perendahan martabat kemanusiaan oleh polisi pada tokoh agama dan warga sipil pada 17 September 2023 lalu, yang terjadi di Distrik Keneyam, Nduga, Papua. 

Saat penggrebekan terkait dengan gerakan TPNPB OPM Pimpinan Egianus Kogoya di rumah Ketua DPRD Kabupaten Nduga dan di kantor klasis Gereja Kingmi Keneyam, polisi menangkap enam orang yang saat ini sedang diproses hukum. 

IPW mendapat informasi dan permintaan atensi dari masyarakat Papua bahwa tindakan kekerasan dan perendahan martabat dialami Pendeta Natanaiel Tabuni, yang juga Bendahara Sinode Kingmi Papua. Mulutnya berdarah dan giginya patah. 

Kemudian, Pendeta Sakius Kogeya selaku Ketua Klasis Gereja Kingmi Keneyam, ditendang beberapa kali pada tulang rusuk dan punggung belakang serta bagian pelipis kepala mengalami lecet.

Lalu, seorang warga bernama Naina Lani dipukul kepala belakang. Hal sama dialami Ibu Dik, kepala samping dekat telinga dipukul. 

Kekerasan yang dilakukan aparat itu juga mengakibatkan pintu kantor Klasis Keneyam rusak.  Laptop dan HP milik terduga TPNPB OPM serta HP milik pimpinan gereja turut hilang. 

"IPW menilai tindakan kekerasan pada warga sipil oleh kepolisian terkait penegakan hukum yang dilakukan polisi adalah tidak dibenarkan menurut ketentuan UU maupun kode etik kepolisian," kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam siaran pers, Selasa, 3 Oktober 2023.

Apalagi kata dia, tindakan tersebut menyasar pada perempuan dan pimpinan keagamaan yang tidak terkait dengan urusan penegakan hukum oleh polisi. 

Bahkan dalam menjalankan kewenangan penegakan hukum, Polri diwajibkan menurut hukum, harus menghormati hak asasi manusia yang secara teknis juga diatur dalam Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Penerapan Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Polri. 

BACA JUGA: KKB Kembali Bunuh Tiga Warga Sipil di Nduga, Papua Pegunungan

Menurut Sugeng, kewenangan penegakan hukum oleh Polri terhadap gerakan TPNPB OPM pimpinan Egianus Kogeya sangat diperlukan untuk menciptakan ketertiban dan rasa aman masyarakat Nduga. 

Karena itu ujarnya, upaya penegakan hukum tersebut harus dilakukan menurut ketentuan hukum dan menghormati hak asasi manusia termasuk di dalamnya tidak boleh melakukan tindakan kekerasan pada warga sipil yang tidak bersalah. 

"Tindakan kekerasan pada warga justru akan menimbulkan rasa antipati pada pemerintah dan rasa tidak percaya pada Polri," katanya.

Disebutnya, pendekatan humanis dan kesejahteraan secara konsisten pada masyarakat Papua adalah kunci untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat Papua pada pemerintah. 

Sikap profesionalisme, akuntabilitas, dan determinasi yang tinggi harus dimiliki oleh setiap anggota Polri yang ditugaskan di daerah-daerah rawan gangguan ketertiban dan keamanan.

"Sehingga walaupun tekanan tugas yang besar termasuk potensi ancaman keamanan pribadi anggota dan masyarakat dapat diatasi tanpa timbul ekses negatif yang bisa mencoreng nama baik Polri," tandasnya. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya