News Senin, 25 Juli 2022 | 14:07

Psikolog: Anak Menjadi Sasaran Empuk Kelompok Radikal dalam Melakukan Kaderisasi

Lihat Foto Psikolog: Anak Menjadi Sasaran Empuk Kelompok Radikal dalam Melakukan Kaderisasi Psikolog Anak dan Keluarga, Maharani Ardi Putri. (Foto: Istimewa)

Jakarta - Psikolog Anak dan Keluarga, Maharani Ardi Putri mengatakan pelindungan anak dari virus intoleransi, radikalisme, dan terorisme sejatinya bagian dari menyelamatkan masa depan bangsa.

Maharani berpandangan, radikalisasi pada usia dini sengaja dilakukan karena anak punya daya reseptif yang kuat dalam penerimaan berbagai hal baru.

"Anak merupakan simpul penerus generasi yang menjadi sasaran empuk kelompok radikal dalam melakukan kaderisasi," kata Maharani dalam keterangan yang dirilis BNPT yang diterima di Jakarta, Senin, 25 Juli 2022.

Dia menyebut metode pencegahan yang sistematis dapat melibatkan semua pihak baik orang tua, guru, maupun pemerintah dan kementerian/lembaga. Hal tersebut merupakan cara yang efektif guna melindungi anak dari virus intoleransi, radikalisme, dan terorisme.

Dikatakan pula bahwa sebenarnya nilai toleransi dan sebagainya itu harus ditanamkan dari kecil secara sistematis.

"Tidak hanya dalam bentuk mata pelajaran, tetapi harus ajari dari segi behavior-nya dan perasaannya. Jadi, pembelajaran kita tentang nasionalisme, tentang toleransi, dan kerukunan harus disusun secara sistematis berjenjang dari TK sampai kuliah," ujarnya.

Dia berpendapat perlu pendekatan sistematis agar menghasilkan keberlanjutan. Tidak bisa hanya orang tua, tetapi juga sekolah.

"Akan lebih efektif jika penanaman nilai tersebut dilakukan secara kolaboratif oleh semua pihak," tuturnya.

Dosen pada Fakultas Psikologi Universitas Pancasila ini menuturkan bahwa yang paling baik adalah semua pihak berkolaborasi sehingga akhirnya anak-anak sepanjang waktu mereka berinteraksi dengan dunia sosial. Mereka sudah terbiasa mendapat nilai toleransi, kerukunan, dan sebagainya.

Dikemukakan bahwa semangat radikalisme dan fanatisme paling efektif jika dibangun sedari dini mulai masa kanak-kanak agar nilai-nilai dan ajaran yang ditanamkan akan terus terbawa oleh anak hingga dewasa.

Ditegaskan pula bahwa paling efektif dibangun dari kecil karena segala sesuatu yang tinggal dengan orang tua dari kecil akan terus terbawa sama dengan orang tua mereka.

"Hal ini akan sangat mudah menanamkan nilai kepada anak kecil karena mereka belum tahu yang lain-lain. Apalagi, misalnya lingkungan sosialnya ditutup, jadi `kan mereka enggak bisa belajar dari yang lain," kata Maharani.

Dia berharap seluruh pihak harus sadar bahwa semua pihak harus berkompetisi dengan kondisi atau fakta tersebut.

Bahkan, orang tua juga harus mendapatkan sosialisasi tentang penanaman nilai-nilai toleransi, kerukunan, dan keberagaman serta program yang menyadarkan kembali orang tua agar dapat kembali ke akarnya, Indonesia.

Dia mengemukakan bahwa orang tua punya peranan besar untuk mengajarkan hal itu dari kecil. Akan tetapi, tidak semua orang tua punya pemahaman dan pengetahuan yang sama tentang itu, bahkan kadang yang dewasa juga sudah terpapar lebih dahulu.

"Jadi, sebetulnya mungkin orang tua juga perlu mendapatkan sosialisasi," ujarnya.

Untuk itu, dia berpesan kepada orang tua agar wawas diri terhadap dunia dan lingkungan sekitar, terlebih jika sudah sampai kepada sikap judgemental (menghakimi) pada perbedaan.

Maka, sebaiknya jangan sampai diajarkan kepada anak karena amat berbahaya, sempitkan cara berpikir serta dikhawatirkan menjadi bibit dari sikap radikalisme dan fanatisme.

"Jadi, sebelum berbicara tentang bagaimana mengajarkan hal itu kepada anak di rumah, kita harus mulai memikirkan bagaimana kita menjaga pandangan dan perspektif kita terhadap manusia lainnya karena pemikiran orang tua akan menjadi dasar berpikir bagi anak mereka," ucap Maharani.[] (ANTARA)

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya