Medan- Kota Pematangsiantar, kota terbesar kedua di Sumatra Utara setelah Medan.
Punya sejarah panjang hingga kini menjadi sebuah kota yang heterogen dan pernah menyandang kota toleransi.
Kota ini pernah dipimpin seorang raja. Namanya Sang Naualuh Damanik. Mulai memimpin pada usia 17 tahun, persisnya 1888 silam.
Sang ayah meninggal saat raja baru berusia 9 tahun.
Sang Naualuh Damanik lahir pada 24 April 1871 di Rumah Bolon (Istana) Raja Siantar di Pematang, kini Kelurahan Simalungun, Kecamatan Siantar Selatan.
Karena dianggap masih terlalu muda, sehingga kepemimpinan diserahkan sementara kepada kerabat raja, bernama Raja Itam Damanik.
Barulah setelah berusia 17 tahun, Sang Naualuh Damanik dinobatkan sebagai raja ke-14 oleh Dewan Harajaon.
Masa memimpin, sang raja mendapat tekanan dari Belanda. Dia dengan gigih menentang kebijakan Belanda yang menyengsarakan rakyatnya.
Termasuk menolak menyepakati perjanjian korte verklaring, karena menyatakan kemerdekaan Siantar sudah hilang.
Sang Naualuh menolak Siantar ditetapkan sebagai daerah takluk atau vassal pada 1891 meski Belanda sudah merevisi beberapa pasal perjanjian.
Raja Siantar mulai mengenal Islam tahun 1901 dari keluarga yang duluan mualaf sebelumnya.
Raja dan keluarga sebelumnya penganut kepercayaan Habonaron, yakni kepercayaan lokal masyarakat setempat.
Karena melawan dan tidak mau takluk, tahun 1904 Sang Naualuh ditangkap. Dua tahun kemudian diasingkan ke Bengkalis, Provinsi Riau.
Di sana Raja Siantar itu menyiarkan ajaran Islam. Selama di pengasingan itu pula, dikenal sebagai guru mengaji dan ulama hingga meninggal dunia pada 9 Februari 1914.
Raja Siantar ke-14 ini memiliki empat anak dari empat istri. Ke-4 istri tersebut, yakni Dorainim boru Purba, Sorialim boru Purba, Sarmailim boru Saragih, dan Puang Bolon boru Saragih.
Sang Naualuh Damanik adalah Raja Siantar terakhir sebelum invasi Belanda ke kota ini.
Tanggal dan bulan kelahirannya dirayakan setiap tahun sebagai hari jadi kota ini, yakni 24 April 1871.
Makam Raja Siantar Sang Naualuh Damanik di Bengkalis. (Foto: Kemendikbud)
Sebagai bukti pernah berdiri kerajaan ini, di Pematang kini masih ada pesanggrahan, tempat bermusyawarah raja-raja.
Kompleks jorat yang merupakan pemakaman dan pusat tradisi kerajaan sebelum mengenal Islam serta rumah batu, istana Kerajaan Siantar.
Makam Raja Sang Naualuh Damanik sendiri sampai saat ini berada di Desa Senggoro, Kecamatan Bengkalis.
Jalan, Tugu, Stadion, dan Gelar Pahlawan
Saat berkuasa, Sang Naualuh Damanik pernah merintis ruas Jalan Siantar-Asahan sejauh 50 kilometer, dan kini jalan tersebut dinamai Jalan Sang Naualuh.
Kemudian, Pemerintah Kota Pematangsiantar di masa Wali Kota Hulman Sitorus memprakarsai pendirian tugu sang raja sejak 2012 silam.
Lokasi tugu sempat berpindah-pindah. Pertama direncanakan di titik awal Jalan Sang Naualuh, dekat SMA Negeri 4 Pematangsiantar.
Kemudian batal, hingga akhirnya direncanakan di Lapangan Merdeka, depan balai kota atau kantor wali kota.
Kembali rencana itu batal, hingga di masa Wali Kota Hefriansyah memutuskan tugu dibangun di Lapangan Haji Adam Malik, di mana wajahnya menghadap Jalan Merdeka.
Peletakan batu pertama pun dilakukan pada saat Hari Pahlawan, yakni 10 November 2018. Tugu setinggi 24 meter tersebut diharapkan menjadi ikon kota.
Belakangan muncul protes dari sejumlah warga, terutama dari kelompok Muslim.
Mereka keberatan tugu dibangun di sana, karena bisa mengganggu lokasi ibadah, seperti saat idul fitri.
Tugu batal dibangun. Hingga saat ini, puing sisa bangunan atau pondasi bangunan yang sudah sempat dibangun masih berada di sana.
Selain jalan, dan rencana tugu, nama Sang Naualuh Damanik juga diabadikan sebagai nama stadion sepak bola kebanggaan Kota Pematangsiantar, yakni Stadion Sang Naualuh.
Lokasinya berada di Jalan Stadion, Kelurahan Sukadame, Kecamatan Siantar Utara. Sayangnya stadion saat ini kondisinya telantar.
Raja Sang Naualuh Damanik diusulkan menjadi calon pahlawan nasional. Upaya didorong pewaris raja.
Nyonya Syah Alam Damanik selaku perwakilan dari ahli waris keturunan Raja Sang Naualuh Damanik telah membuat surat kuasa kepada Dewan Pimpinan Pusat Partuha Maujana Simalungun (DPP PMS) untuk mengusulkan agar Sang Naualuh Damanik dapat ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
Tercatat pada 28 Mei 2017 telah disampaikan dokumen pendukung tentang sejarah perjuangan Raja Sang Naualuh Damanik ke Kementerian Sosial. Hingga kini, perjuangan itu belum membuahkan hasil. []