Cirebon – Sekitar 130 peserta dari lima provinsi memeriahkan Gladhen Jemparingan yang digelar di halaman kantor Dinas Komunikasi Informasi dan Statistik (DKIS) Kota Cirebon, Minggu 31 Juli 2022.
Mereka datang dari daerah di Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Banten dan DKI Jakarta. Gladhen Jemparingan digelar sekaligus untuk memeriahkan peringatan Hari Jadi ke-653 Cirebon.
Wakil Wali Kota Cirebon, Eti Herawati membuka langsung lomba panahan tradisional gaya Mataraman tersebut. Pada lomba kali ini, ada 20 rambahan atau babak. Dalam satu babak, disediakan empat anak panah/jamparing dengan jarak target 30 meter.
Eti menyampaikan, Pemerintah Daerah (Pemda) Kota Cirebon mendukung penuh even Gladhen Jemparingan sebagai salah satu pelestarian tradisi sekaligus berolahraga bersama.
“Kami berharap jemparingan di Cirebon bisa terus dilestarikan dan menjadi daya tarik bagi masyarakat. Terlebih para generasi muda kita,” ungkap Eti usai pembukaan Gladhen Jemparingan.
Eti menilai, even jemparingan perlu terus dilestarikan. Bahkan tidak hanya di level daerah, jemparingan diharapkan menjadi lomba atau agenda rutin di tingkat provinsi maupun nasional.
“Kita berharap ke arah sana. Jemparingan bisa menjadi agenda di level provinsi atau bahkan nasional,” kata Eti.
Sementara itu, Ketua Komunitas Paseduluran Jemparingan Cirebon (PJC), Tri Helvian Utama mengatakan, sedianyanya pada Gladhen Jemparingan ini peserta dibatasi 100 orang. Tetapi karena banyak yang ingin ikut, sehingga peserta berjumlah 113 orang.
Baca juga:
Ruri Tri Lesmana Resmi Menjabat Ketua DPRD Kota Cirebon
Menhan Prabowo: ASABRI Adalah Hal yang Sangat Sakral
“Semoga tahun mendatang bisa lebih banyak peserta. Karena kami memiliki stadion yang bisa menampung peserta dalam jumlah banyak,” katanya.
Pihaknya berharap, melalui Gladhen Jemparingan ini bisa meningkatkan silaturahmi dan menguatkan kebersamaan.
“Semoga penjemparing bisa lebih kompak dan bisa berprestasi agar bisa masuk agenda nasional,” katanya.
Setiap peserta Gladhen Jemparingan diwajibkan mengenakan pakaian tradisional daerah masing-masing, sebagaimana telah menjadi ketetapan Gladhen Jemparingan. []