Daerah Sabtu, 29 Januari 2022 | 15:01

Reaksi Warga Ahmadiyah Sintang saat Masjid Mereka Dibongkar Paksa

Lihat Foto Reaksi Warga Ahmadiyah Sintang saat Masjid Mereka Dibongkar Paksa Pembongakaran paksa masjid jemaah Ahmadiyah di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, Sabtu, 29 Januari 2022. (Foto: Opsi/YLBHI)
Editor: Tigor Munte

Sintang - Petugas Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, akhirnya membongkar paksa Masjid Miftahul Huda milik warga Ahmadiyah di Desa Balai Harapan, Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang pada Sabtu, 29 Januari 2022.

Pembongkaran dilakukan menyusul tindak lanjut dari kebijakan Gubernur Kalbar dan Bupati Sintang yang telah menerbitkan surat peringatan (SP3), dan surat tugas pembongkaran masjid yang menunjuk Kasatpol PP sebagai pelaksana.

Pada saat proses pembongkaran, warga Ahmadiyah tidak melakukan perlawanan secara fisik atau demo di lokasi. Pembongkaran berlangsung tertib. 

Hanya saja warga Ahmadiyah tetap menolak kebijakan pemerintah setempat yang bersikukuh melakukan pembongkaran meski pihak Ahmadiyah sudah berusaha mengajukan perizinan pendirian rumah ibadah, seperti meminta persetujuan warga sekitar masjid.

"Kami sudah mendapatkan 77 tanda tangan warga sekitar masjid. Padahal syaratnya hanya 60 tanda tangan warga. Itu dilakukan untuk bisa mendapatkan izin mendirikan bangunan masjid," kata  Ahmad Arif, seorang mubalig muslim Ahmadiyah di Desa Balai Harapan, lewat telepon WhatsApp, Sabtu, 29 Januari 2022.

Namun di tengah proses pengurusan izin itu, justru pemerintah setempat melakukan pembongkaran. Pihaknya kata Arif, tidak pernah diberi ruang untuk berdialog terkait pendirian masjid. Pemkab Sintang terkesan mempersulit pihaknya mendapatkan izin pendirian rumah ibadah.

Baca juga: YLBHI Kecam Upaya Pembongkaran Masjid Ahmadiyah di Sintang

Arif saat memberikan keterangan didampingi Humas Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Kabupaten Sintang Sajid Ahmad Sutikno mengatakan, warga jemaah Ahmadiyah sudah berada di Kabupaten Sintang sejak 1988.

Hidup rukun dan harmonis dengan warga di sana yang berlatar agama dan keyakinan berbeda. Sedangkan bangunan masjid yang ada di Desa Balai Harapan sudah ada sejak 2007. Kemudian warga mencoba melakukan rehabilitasi masjid pada 2019.

Namun lokasi masjid sebelumnya cukup sempit, kemudian digeser sekitar 50 meter dari lokasi masjid semula saat dilakukan rehabilitasi. Nama masjid tidak berubah, yakni Masjid Miftahul Huda. 

"Sekitar 85 persen warga di desa ini harmonis dengan kami warga Ahmadiyah, kerap melakukan kerja sosial bersama warga penganut keyakinan lainnya. Jadi tidak ada masalah. Kami menilai ada upaya kelompok intoleran untuk mengganggu keharmonisan di desa kami," kata Arif.

Dia menambahkan, jumlah warga di desanya sebanyak 400-an kepala keluarga, sedangkan jemaah Ahmadiyah kurang lebih sebanyak 72 orang jemaah. 

Terkait pembongkaran paksa rumah ibadah mereka, Arif menyebut, mereka tidak akan melawan dengan cara kekerasan fisik atau demo. Tetap menyerahkannya pada proses dialog dan hukum yang berlaku di negara ini. 

"Kami tak akan demo, atau melawan dengan cara tidak baik. Kami serahkan diselesaikan dengan jalur hukum saja," kata Arif. []

 

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya