Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher menanggapi rencana pemerintah melakukan pemotongan gaji karyawan untuk program dana pensiun tambahan.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan ratio penerimaan manfaat dana pensiun pegawai sampai dengan 40 persen dari penghasilan terakhir.
"Saat ini gaji pegawai swasta sudah dipotong untuk membayar Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan, untuk PNS dipotong Taspen dan TNI/Polri dipotong Asabri. Itu saja sudah cukup berat. Jika ditambah potongan dana pensiun lainnya, ini bakal mencekik ekonomi rakyat berpenghasilan rendah," kata Netty dalam keterangannya pada Selasa, 10 September 2024.
Oleh sebab itu, ia meminta pemerintah agar tidak buru-buru dalam menerapkan aturan tersebut.
"Standar International Labour Organization (ILO) memang idealnya manfaat pensiun diterima 40 persen dan Indonesia baru 10-15 persen. Apakah dengan alasan ini maka dengan serta merta ditambahkan lagi potongan gaji pegawai untuk dana pensiun?," ujarnya.
Ia berpandangan, pemerintah harus mempertimbangkan konteks upah di Indonesia yang kenaikannya tidak berbanding lurus dengan kenaikan kebutuhan hidup.
"Jangan sampai karena memprioritaskan dana pensiun yang dinikmati di hari tua tapi dana untuk kebutuhan sehari-hari malah berkurang. Kondisi ini bakal menurunkan daya beli masyarakat," tuturnya.
Selain itu, dia juga mengingatkan pemerintah agar meluruskan niat dan transparan dalam setiap pengambilan kebijakan terkait pengumpulan dana dari masyarakat.
"Pastikan kebijakan berangkat dari ide memberikan kesejahteraan pada rakyat, bukan sebaliknya. Jangan sampai ada ide pengumpulan dana masyarakat untuk kepentingan mendesak pemerintah, misal untuk membayar hutang yang jatuh tempo," katanya.
Dari pada membuat program baru, lanjut dia, sebaiknya pemerintah fokus memperbaiki pengelolaan dana pensiun yang sudah ada.
"Misalnya menindak tegas adanya praktik jahat di lembaga-lembaga pengelola dana pensiun yang banyak dikeluhkan masyarakat. Misalnya, keluhan masyarakat tentang tidak cairnya seratus persen atau tak sesuai aturan dana pensiun," tuturnya.
Adanya kasus-kasus korupsi di lembaga pengelola dana pensiun, sambungnya, adalah bukti masih banyak persoalan yang harus dibenahi dalam pengelolaan dana pensiun.
"Program yang ada saja belum terkelola dengan baik, bagaimana mau ditambah program baru. Jangan-jangan jadi ajang korupsi lagi," ucap Netty.[]