Jakarta - Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendorong agar proses pembahasan Revisi Undang-Undang (UU) TNI dan Polri menerapkan asas transparansi dan partisipatif sesuai prosedur yang berlaku.
"Komnas HAM akan mendorong agar proses pembahasan RUU dapat dilakukan melalui proses konsultasi yang sejalan dengan prosedur pembentukan undang-undang yang berlaku, baik untuk mendapatkan sebuah proses yang partisipatif maupun hasil yang substantif," kata Ketua Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Atnike Nova Sigiro, Rabu, 7 Agustus 2024.
Komnas HAM melakukan upaya tersebut setelah Koalisi Masyarakat Sipil melalukan audiensi dan pelaporan tentang proses pembahasan RUU TNI dan Polri di kantor Komnas HAM.
Jajaran Komnas HAM juga memastikan proses pembahasan sesuai prosedur yang berlaku. Selain itu, pihaknya juga akan terus mengawal proses RUU TNI dan Polri agar hasilnya selaras dengan prinsip perlindungan HAM.
"Komnas HAM mendorong agar RUU ini sejalan dengan prinsip HAM yang selama ini telah diadopsi ke dalam penyelenggaraan tugas TNI dan Polri dalam UU yang berlaku saat ini," ujarnya.
Sementara, Koalisi Masyarakat Sipil meminta agar pemerintah lebih terbuka dalam proses pembahasan revisi UU tersebut demi terciptanya asas transparansi dalam demokrasi.
Wakil Ketua Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Arif Maulana menyebut, pihaknya menyampaikan hal itu lantaran sejak awal pembahasan di RUU tersebut dari mulai tahap di DPR hingga Eksekutif terkesan tertutup.
"Harus memastikan partisipasi bermakna dari publik, semua harus bisa terlibat karena dua organisasi ini adalah organisasi penting untuk pertahanan dan juga keamanan negara," ujar Arif Maulana di Kantor Komnas HAM, Rabu, 7 Agustus 2024.
Ia menjelaskan, pembahasan yang terkesan tertutup itu membuat beberapa poin revisi luput dari pantauan masyarakat, di antaranya menyoal penghapusan larangan anggota TNI untuk berbisnis, perpanjangan masa jabatan hingga penempatan anggota TNI aktif di jabatan-jabatan sipil.
Dia menegaskan bahwa poin-poin revisi itu kurang tepat dalam menunjang kinerja TNI dalam melayani masyarakat saat ini. Tidak hanya itu, YLBHI juga menganggap pembahasan RUU tersebut melanggar aturan karena tidak masuk dalam Prolegnas 2024.
Oleh sebab itu, lanjutnya, YLBHI melaporkan pihak eksekutif dan legislatif ke Komnas HAM atas pembahasan RUU ini.
Diketahui, pihak TNI mengusulkan kepada Kemenko Polhukam untuk menghapus larangan anggota TNI membuka usaha yang tercantum pada Pasal 39 huruf C dalam UU TNI Nomor 34 Tahun 2004.
Usul tersebut disampaikan salah satu anggota TNI dalam forum diskusi yang disediakan Kemenko Polhukam untuk membahas RUU TNI di Jakarta Pusat, Kamis, 11 Juli 2024.
Usulan tersebut kemudian memicu beragam respons dari kalangan masyarakat dari mulai pengamat hingga akademisi.
Dalam pasal 39 UU TNI 2004 dijelaskan beberapa hal larangan yang diperuntukkan untuk anggota TNI di antaranya dilarang menjadi anggota partai politik, dilarang terlibat dalam kegiatan politik praktis, dilarang terlibat dalam kegiatan bisnis dan terakhir dilarang terlibat dalam kegiatan yang bertujuan untuk dipilih sebagai anggota legislatif ataupun jabatan lain yang bersifat politis.[] (ANTARA)