Jakarta - Rapat dengar pendapat atau RDP Komisi III DPR RI dengan Kapolri dan jajarannya pada Rabu, 24 Agustus 2022, membuahkan sejumlah kesimpulan yang harus dikerjakan Polri menyusul kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Salah seorang anggota Komisi III dari Fraksi Gerindra dan dari Dapil Sumut, Romo HR Muhammad Syafi`i dalam kesempatan itu mengkritisi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Romo mengutip ayat Al Quran yang menyebut bahwa Allah berkata agar bertolong-tolonglah kamu dalam kebaikan taqwa dan janganlah kamu bertolong-tolongan dalam kejahatan atau dosa.
Dia menyebut, ingin memastikan apa yang dilakukan jajaran kepolisian sepenuhnya penegakan hukum.
Meskipun berterima kasih kepada Presiden Jokowi yang sampai empat kali memberikan instruksi membuka kasus Brigadir J dengan transparan dan juga desakan publik yang luar biasa.
"Tapi justru ini jadi kekhawatiran kami, karena tupoksi Kepolisian bukan desakan publik apalagi desakan Presiden. Tapi harus sesuai amanat UU No 2 Tahun 2002," kata dia dipetik dari akun Instagramnya pada Kamis, 25 Agustus 2022.
"Saya khawatir Ini bisa jadi celah dipakai masuknya pesanan-pesanan sehingga khawatir independensi Kepolisian sulit ditegakkan," imbuhnya.
Indikasinya kata Romo, melihat ada artikel `hati-hati balasan Sambo`. Khawatir ada persoalan untuk mengungkap kasus terbunuhnya Yosua. Terjadi perang bintang di dalam Kepolisian.
"Jadi apapun yang terjadi harus sesuai tupoksi desakan UU," katanya.
Baca juga:
Apa Motivasi Prabowo Maju untuk Keempat Kalinya Sebagai Capres 2024?
Ditambah lagi kata dia, dengan adanya pernyataan Kapolri yang akan mencopot beberapa jabatan Kepolisian. Romo berharap ini juga bukan berdasarkan desakan tapi sesuai amanat UU.
Sedangkan soal pembubaran Satuan Tugas Khusus atau Satgassus Merah Putih yang sebelumnya dipimpin Ferdy Sambo, dia menilai keinginan publik, memang lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya.
"Tapi saya rasa harus ada audit dulu, untuk mengetahui semua aliran dananya. Khawatir istilah `uang hantu dimakan setan` ada bisnis apa saja, dan yang lebih penting audit program seperti peristiwa KM 50," tukasnya.
Menyangkut misteri KM 50 ini menurut Romo, lebih hebat. "Ada rumor beredar soal mobil yang digunakan saat peristiwa KM 50, adanya CCTV rusak, TKP dirusak, alat bukti sudah hilang semua, ini saya rasa bertentangan dengan cara penanganan kasus sesuai UU kepolisian," terangnya lagi.
Romo juga menyoroti soal rencana reformasi Kepolisian. Menurutnya, ini sebenarnya sudah dimulai oleh TAP MPR No 6 Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri.
Sudah ditegaskan tugas Kepolisian adalah mengayomi, dan penegakan hukum. Tugas ini saja termasuk berat namun belum maksimal dilakukan.
Kini ada kesan perluasan pekerjaan Kepolisian, sampai ada istilah NKRI adalah Negara Kepolisian Republik Indonesia.
Dia mengingatkan, polisi adalah portofolio besar di Indonesia. Dengan adanya polisi menjabat di luar institusi Polri, seperti kementerian dan lembaga juga menjadi persoalan besar, karena tergambar dalam penyelesaian kasus yang kurang maksimal.
"Jadi apabila Kapolri ingin melakukan reformasi, bisa segera dilakukan dengan dasar amanat UUD 1945 dan TAP MPR No 6 Tahun 2000 dan juga UU No 2 Tahun 2022," tandasnya. []