News Selasa, 04 Maret 2025 | 13:03

RUU TNI Dikritik: Kemunduran Reformasi dan Ancaman Profesionalisme!

Lihat Foto RUU TNI Dikritik: Kemunduran Reformasi dan Ancaman Profesionalisme! Ruang rapat Komisi I DPR RI. (Foto:Istimewa)

Jakarta – Pembahasan revisi Undang-Undang (RUU) TNI di DPR menuai kritik tajam dari kelompok masyarakat sipil. Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi I DPR, Selasa, 4 Maret 2025, sejumlah pasal dalam rancangan aturan itu dinilai bermasalah dan bisa membawa kemunduran bagi profesionalisme militer.

Peneliti Imparsial, Al Araf, menegaskan bahwa setiap undang-undang harus memiliki tujuan yang jelas dan progresif. Namun, RUU TNI yang beredar justru dianggap berpotensi menghambat reformasi militer.

"Kita ingin memastikan aturan yang dibuat membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Sayangnya, rancangan yang ada sekarang justru memberi ruang bagi kemunduran dalam reformasi dan profesionalisme TNI," ujarnya di kompleks parlemen, Senayan.

Salah satu sorotan utama adalah pasal yang memungkinkan prajurit aktif TNI menduduki jabatan sipil. Araf menilai kebijakan ini berbahaya karena mengancam sistem meritokrasi dalam birokrasi pemerintahan.

"Banyak pegawai negeri yang berkarier bertahun-tahun, sekolah ke luar negeri, tapi akhirnya gagal menjadi direktur atau dirjen karena posisi mereka diisi oleh militer dan polisi aktif. Ini jelas tidak bisa dibiarkan," tegasnya.

Kritik juga datang dari Ketua Badan Pengurus SETARA Institute, Ismail Hasani. Ia menyoroti usulan penambahan usia pensiun TNI yang perlu dikaji ulang. Menurutnya, perlu ada analisis untung-rugi sebelum aturan ini diberlakukan.

"Politisi di usia 62 tahun bisa dibilang matang, tapi apakah tentara masih bisa memimpin dengan kondisi fisik yang sama? Ini harus diperhitungkan," ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahwa kebijakan ini berpotensi membebani anggaran negara. Oleh karena itu, Ismail meminta agar keputusan ini tidak diambil secara gegabah.

Selain itu, Ismail menegaskan bahwa peran TNI harus tetap pada ranah kebijakan keamanan, bukan kebijakan publik.

Ia mencontohkan ketegangan yang pernah terjadi antara Kementerian Pertahanan dan Panglima TNI di masa lalu akibat perbedaan visi dalam kebijakan pertahanan.

"Kita sudah punya sejarah bagaimana ketegangan itu terjadi. Jangan sampai peran TNI dalam kebijakan publik justru mengulang masalah yang sama," kata Ismail.

Pembahasan RUU TNI masih berlangsung, namun kritik yang muncul mengindikasikan adanya kekhawatiran besar terhadap dampaknya bagi reformasi dan profesionalisme militer di Indonesia.[]

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya